perihal hujan dan jiwa yang telah mati

kemarin aku ke toko buku
tentu saja bukan untuk beli
melihat-lihat saja sudah buat aku senang
buku-buku baru itu masih disampul plastik
rapi dan harganya bikin mataku mendelik
kantong bukan lagi jebol tapi mrosok
aku jatuh ingin menangis tiap kali pergi ke sana
toko buku besar yang ambil untungnya juga besar
liat buku dijembreng dijejer seperti ikan mati di pasar klender
aku buka dompet liat isinya dan menggeleng
aku pengangguran
aku tak punya uang
tak ada yang salah dalam hal ini
kalau tak percaya tanya saja hoegeng
aku baca sedikit tentang dia
dan aku tertawa
hoegeng tak lagi ada
dan kejujuran pun terkubur bersamanya



pernah suatu hari
aku ketemu lelaki
ia baik dan senyumnya sangat menarik
lalu saat hatiku sudah masuk ke dalam genggamannya
baru kutahu ia lelaki beristri dan akan menjadi ayah tak lama lagi
aku tertawa
menertawakan kebodohanku
kesendirian abadi yang menelanku dalam mimpi



lain waktu aku didatangi teman
entah lewat mata entah lewat suara
kami berbagi tawa melempar berita
kadang suka kadang duka
kebanyakkan tentang asmara apalagi kalau bukan itu
hanya itu satu-satunya alasan kami bertukar cerita



satu kali aku melihat senja
dia tenggelam di pelupuk mata



kadang aku bertanya
mengapa hujan begitu jahanam
banyak yang mati tiap ia datang
mati menahan rindu atau hasrat yang terpendam

adakah hujan yang menari di ujung tepi
membawa perihal keabadian jiwa yang telah mati








Komentar

Postingan Populer