Titipan

Saya tidak tahu bahwa manusia bisa sangat mudah menjadi hakim untuk manusia lain. Mengatakan ini buruk atau itu tidak baik, mengatakan itu jelek, kurang sedap dipandang dan lain sebagainya hanya karena ketidakcocokannya terhadap sesuatu. Tentu ini subjektif sifatnya, namun, bukankah ini memang fitrah kita, manusia untuk berada pada kecondongan terhadap sesuatu?

Saya yakin begitu adanya. Dan sudah seharusnya, kita, manusia yang mendapat penghakiman yang bisa jadi benar bisa jadi salah tidak bersedih hati, berlarut-larut dalam kegalauan memikirkan perkataan yang dilontarkan sang hakim. Karena kita tahu betul bahwa perkataan hakim tersebut, selama dia manusia tidak akan memberikan manfaat atau mudharat sedikitpun pada kita kecuali jika Alloh mengizinkan. Karena kita tahu betul bahwa Alloh adalah sebaik-baik hakim yang ilmunya meliputi segala sesuatu.

Jika kita sudah percaya akan hal itu, masihkah kita akan sibuk memikirkan perkataan orang lain tentang diri ini yang mungkin memang benar hina adanya? Saya sering memikirkan hal ini. Tidak di setiap waktu, lebih sering di saat-saat saya sedang merasa gelisah karena satu dan lain hal. Lainnya sering terpikir justru di saat-saat saya sedang tidak ingin memikirkannya.

Ini tidak mudah. Dan memiliki keluarga, dalam hal ini orangtua (ayah khususnya) memberikan doa juga dukungan penuh pada apa yang dikerjakan kita sang anak menjadi sangat berarti, seperti apa yang dialami Bli Made Andi. Mampirlah di rumah beliau jika kau ingin tahu seperti apa kisahnya. Blognya mudah ditemukan jika kau ingin mencarinya, tentu saja.

Saya berharap dapat menjadi orangtua yang baik untuk anak-anak saya kelak, karena tidak mudah menjadi orangtua baik yang betul-betul mau mengerti dan meluangkan waktu untuk mendidik amanah yang dititipkan Tuhan. Mengenai hal ini sedikit banyak pernah didiskusikan ketika tes calon RPTRA beberapa waktu yang lalu. Temanya sebetulnya seputar kenakalan remaja, dan yah, saya kira sebelum mencari solusi tentu kita harus mengerti latar belakang masalahnya terlebih dahulu.

Apa yang membuat seorang remaja terlibat dalam tawuran? kebut-kebutan? atau bahkan menjadi begal? atau mengapa anak kita berkata dusta, menunjukkan perilaku yang tidak kita suka, seperti tidak melakukan apa-apa yang kita inginkan dan lain sebagainya. Bukankah yang harus kita lakukan pertama kali adalah mengevaluasi diri sendiri? karena jika kita melemparkan semua salah pada anak kita, kita tentulah akan dipandang sebagai hakim yang sangat tidak adil.

Pembicaraan mengenai ini bisa menjadi sangat panjang. Saya kira, saya perlu mengucap syukur masih diberikan waktu untuk terus belajar, mencari tahu bagaimana menjadi calon orangtua yang baik dan benar, berdasarkan apa? tentu saja berdasarkan Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bukan berdasar pada nafsu dan syahwat kita sebagai manusia yang bodoh dan lemah.

Yah. Mudah memang jika kita hanya bicara teori. Saya kira, yang terpenting dari menjadi orangtua adalah bersyukur dan bersabar atas amanah yang telah Alloh titipkan pada kita. Ingatlah bahwa tidak semua orangtua Alloh amanahi buah hati, dan sudah sepatutnya kita yang diberikan amanah menjaga dan merawat amanah itu dengan baik sampai akhirnya nanti kembali pada sang Maha Pencipta?



Komentar

Postingan Populer