Karena Hidup adalah (Sebuah) Pilihan


Hidup itu selalu menyoal pilihan. Akhir-akhir ini, saya lagi suka lihat Fiersa Besari. Sepertinya saya pernah dengar nama itu sebelumnya, tapi lupa kapan dan dimana. Tapi, itu nggak gitu penting, sih. Saya tertarik sama Fiersa juga karena ada sesuatu dari cerita kehidupannya yang buat saya gimana gitu. Agak nggak percaya juga karena ternyata cowok itu bisa patah hati juga, ya.

Menariknya, Fiersa juga butuh pergi dari tempat dimana dia bisa terkenang-kenang sama mantannya itu dengan pergi atau berpetualang kemana aja --sejauh mungkin. Patah hati ternyata bisa jadi trigger buat seseorang buat ngelakuin sesuatu yang mungkin terpendam, ya. Sudah pengin dilakukan dari kapan tahu tapi nggak jadi-jadi karena satu dan lain hal.

Dan, kita kadang memang harus nemuin momen kayak gitu buat bisa bergerak dan berjalan lebih jauh. Tapi, gimana kalau momen itu nggak pernah kita temuin? pasti akan lain ceritanya, kan? Kehidupan yang nyaman, segala sesuatu yang kelihatannya pasti kita terima setiap bulan, kadang bikin kita males buat mikirin yang lainnya. Mikirin ke depan, mungkin iya. Tapi, pernah nggak kita mikir kalau kerjaan kita yang sekarang mungkin saja berhenti esok hari? atau seseorang yang kita cintai, mungkin saja meninggalkan kita malam ini?

Yang pertama pernah saya alami beberapa kali. Sementara yang kedua, lebih sering. Dan saya berharap, semua itu bisa melembutkan hati saya. Bisa membantu menundukkan hawa nafsu saya yang kadang susah buat dikendalikan.

Kita tanpa sadar sering dikalahkan oleh hawa nafsu. Kita suka menerabas lampu merah, sekalipun ada polisi dengan alasan kita lagi dikejar waktu, takut terlambat sampai di kantor, ada meeting yang maha penting, dan seribu satu alasan lainnya untuk membenarkan perbuatan kita yang jelas-jelas ngawur itu.

Semuanya terasa nggak aneh, karena dari waktu jaman saya sekolah, saya sudah akrab dengan istilah peraturan dibuat untuk dilanggar. Saya juga nggak gitu ingat saya dapatnya darimana dan bagaimana, hingga akhirnya bisa sampai di kehidupan saya.

Alhamdulillahnya, itu nggak mendarah daging. Saya seperti disadarkan bahwa apa yang saya lakukan itulah yang nanti akan saya petik. Apa yang saya kerjakan sekarang, pasti akan saya terima akibatnya ke depan. Dan itu serem, bikin bulu kuduk merinding. Kalau nggak, kayaknya malah jadi lebih serem. Berarti hati kita sudah mati. Dan nggak ada yang lebih menakutkan lagi daripada itu, matinya hati.

Diingat-ingat, saya yang sekarang mungkin nggak jauh lebih baik dari yang dulu. Apa yang saya sebut perbaikan, mungkin nggak gitu signifikanlah, haha. Nyelekit, sih. Tapi itu bisa jadi masukan yang berharga kalau saja kita mau dengerin. Kadang kan suka bete, ya kalau keluarga ngomongin soal sesuatu ke kita, dan belum apa-apa kita sudah defense, ngeles gitu bla ini bla itu.

Padahal, kalau dipikir-pikir lagi apa yang mereka bilang itu kadang benar adanya. Memahami orang lain mungkin nggak betul-betul berat buat kita lakukan kalau kita mau dipahamin sama orang. Bukan cuma mau mahamin tapi ogah buat mahamin orang lain. Moga kita bisa menghindari sifat yang seperti itu, ya? Dan ini jadi salah satu yang selalu diocehin emak kalau di rumah. Dan kadang, saya malah kangen kalau emak lagi berhenti ngoceh.

Oh, ya ampun. Nggak tahu saja, kalau saya lagi beres dan normal, itu semua insyaAlloh bisa masuk dan saya dengarin. Lain halnya kalau saya lagi agak miring atau nggak beres. Hahaha. Kacau dah, masuk sih, tapi terus lewat gitu saja tanpa ada sedikitpun yang nyisa kecuali rasa bete.

Jangan dicontohlah yang begini ya, adik-adikku yang baik. Karena hidup itu cuma singkat, jadi jangan pernah gunakan waktu kalian buat sekadar have fun. Yang sekadar itu yang bahaya kalau kita nggak manfaatin dengan baik, kita yang akan dimanfaatkan oleh waktu luang. Karena kita lebih sering abai sama waktu luang juga kesehatan.

Hidup itu memang tentang pilihan. Kita akan selalu ketemu jalan kanan, kiri, juga persimpangan kalau kita lagi galau atau depresi. Jalan apapun yang kita temui di depan nanti, berpeganglah pada Al Qur'an dan As-sunnah. InsyaAlloh itu yang akan menyelamatkan kita nanti.

Pagi tadi, saya baru nonton ILC. Kebangun dan nggak bisa merem lagi memang sesuatu banget. Buka youtube, muncullah ILC dengan bahasan kejadian di Surabaya dan Mako Brimob kemarin. Dan saya setuju banget sama apa yang dibilang teman sekelasnya Pak Dita alm, kalau kita baiknya tidak menggenelarisir, apalagi terhadap sesuatu yang kita nggak tahu pasti kebenarannya.

Jadi, jangan pernah bicara kalau nggak ada ilmunya, apalagi disebar segala di status fb, wa atau apapun itu. Temannya alm. itu non muslim, dan saya, muslimah waktu kuliah dulu punya teman non muslim, Chinese dan kita berhubungan sangat baik. Dia baik banget sama saya, suka beliin saya makan siang waktu di kampus, paling sering sate dan suka ngajak saya main ke tokonya.

Kita saling menghormati, saya nggak pernah kepo soal kehidupan dia, begitupun dia ke saya. Kita tetap berteman sekalipun kita berbeda. Saya suka sedih saja kalau ada yang menggeneralisir atau menstereotipe, misal yang suka saya temukan itu kalau orang berjenggot dan celana cingkrang itu biasa dibilang sesat, teroris atau yang lain sebagainya. Kita jadi orang yang mudah banget menilai orang lain hanya karena kita dengar begini dan begitu, apalagi kalau cuma baca dan tahu dari media. Jangan langsung disebarlah. Tabayyun dulu, kalau bisa.

Jadi, kalau Aa Gym bilang cicing wae itu benar banget dan semoga bisa kita praktikkan di keseharian. Bicara yang baik atau diam. Terserah orang mau bilang apa soal kita, cicing wae selama kita yakin kita berada di jalan yang benar. Maka, lanjut saja. Karena, nggak selamanya mengikut yang banyak itu benar. Ya, nggak? contoh simpelnya saja kayak di jalan tadi.

Jelas-jelas lampu merah, tapi karena ini dan itu kita ngegas saja mumpung ada kesempatan. Atau buang sampah dari kendaraan kita ke jalan, duh, itu kok kayaknya nggak ada perasaan bersalah atau gimana, gitu. Jalanan kan bukan tempat sampah, broh. Kalau nggak nemu tempat sampah, bisalah kita simpan barang sebentar itu sampah di dalam tas, kantong atau kendaraan kita. Nggak akan rugi kan menyimpan sampah barang beberapa lama?

Jangan mengharap lingkungan kita bisa bebas dari sampah selama kita sendiri masih buang sampah sembarangan. Jangan harap kita bisa hidup dengan damai kalau kepala kita terus dipenuhi dengan prasangka. Dan sebagian dari prasangka itu adalah dosa (QS. Al-Hujuraat:12).


"Jauhilah kalian dari kebanyakkan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa"
Dan soal memilih pemimpin, saya bukan hatersnya Pak Ahok juga bukan fansnya Pak Anies, tapi saya jelas akan lebih memilih pemimpin muslim jika memang pilihan itu tersedia. Karena baik saja tidak cukup, syarat lainnya itu adalah iman, karena paman nabi saja yang baiknya tidak diragukan lagi tidak bisa ditolong oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam karena tidak mengucap kalimat syahadat di akhir hidupnya.

Hidup ini sangat singkat, sungguh sebentar. Sepelemparan batu. Dan rasanya hidup akan makin sia-sia kalau kita terus nyinyirin, sibuk sama hidup orang lain tanpa mau melihat apa kabar iman kita hari ini?

Sesungguhnya, kedzoliman itu adalah kegelapan di hari kiamat. Kedzoliman itu nggak akan merugikan orang lain selain diri kita sendiri. Karena yang akan dihisab itu kan perbuatan kita kepada orang lain, bukan sebaliknya. 







Komentar

Postingan Populer