Tahun baru, apa resolusimu?

Tahun ini, sepertinya saya akan absen menulis wish list sebelum malam pergantian tahun tiba. Yah, bukan karena tidak lagi punya impian atau harapan, ada, tentu saja dan saya harap masih akan terus membakar asa di dada. Hanya saja persoalannya, saat ini saya sedang struggling pada kerasnya hidup di kota yang katanya metropolitan seperti Jakarta.

Saat menyimak cerita teman yang mendapat hadiah jalan-jalan gratis dari air asia ke Malaysia bulan Oktober lalu (yang penuh dengan drama karena ina dan itu-akan saya ceritakan jika ingat) kemarin malam di atas motor bebeknya, saya tetiba berkeinginan untuk angkat koper dan menapaktilasi perjalananan yang dilakukannya sendiri. Ya, dalam arti dia benar-benar hanya mengandalkan peta, dan panca inderanya untuk bisa mencapai tempat-tempat yang sudah lama ingin ia kunjungi, semisal genting, dan lainnya.

Ini merupakan kali pertama ia menyentuh negeri jiran yang selama beberapa waktu ke belakang seperti tak pernah henti bertikai dengan negeri yang katanya kaya, Indonesia ini. Teman saya itu, sebut saja Cut, tak pernah mengerti mengapa media begitu gemar mengangkat isu pertikaian kedua negara Asia ini. Padahal, menurut apa yang disaksikannya sendiri, persoalan TKI kita yang bekerja disana yang kerap mengalami tindak kekerasan, perlakuan kurang baik dan seterusnya jumlahnya tak seheboh yang diberitakan. Bukannya tak ada, memang ada, itu pun jumlahnya mungkin tak sebanyak kisah bahagia dan menyenangkan.

Contohnya misalnya yang dialami oleh temannya yang bekerja menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah, yang dimana majikannya setiap tahun selalu merayakan ulang tahun temannya tersebut dengan mengundang seluruh sanak keluarga majikan. Itu terjadi bukan hanya pada satu atau dua orang, mungkin ada lebih banyak yang kisah yang berakhir dengan air mata bahagia, karena biar bagaimanapun, Indonesia dan Malaysia tidaklah begitu berbeda, meski secara kasat mata, Malaysia kini berada jauh di atas negara kita.

"Oh, ayolah," kata teman saya pada saya saat saya mengatakan Malaysia juga pasti punya sisi buruk atau jelek yang kita tidak tahu. "Itulah orang kita, selalu melihat segala sesuatu dari sisi negatif, nggak mau terbuka pada kenyataan bahwa Malaysia sekarang sudah jauh lebih baik dari negara kita yang masih senang berkutat pada hal-hal nggak penting, macam revisi UU KPK, studi banding yang nggak kejuntrungan hasilnya, dan potret pemimpin yang lebih senang selfie dengan bule daripada memperjuangkan UU yang pro rakyat." Meh.

Dari infrastruktur, Malaysia jelas jauh meninggalkan kita. Seperti Jepang yang memang sudah lama dikenal akan kedisiplinan dan ketekunannya, Malaysia juga melakukan hal yang serupa. Kita tidak akan menemukan sampah, toko-toko emperan di jalan-jalan yang membuat lingkungan terlihat lebih kumuh dan tak terurus. Warganya begitu memaknai arti dari saling menghormati hak orang lain dan kewajiban yang diembannya saat menggunakan transportasi publik dengan tidak saling desak, menyerobot antrian, dan melakukan tindakan provokatif lain yang dapat membuat hak orang lain tercederai, karena ia pun akan merasa tidak senang jika hak-nya dilanggar.

Dan, yang anehnya buat saya, bis macam busway gitu (kalau tidak salah ingat) ada yang gratis dan tidak diminati sama sekali dong oleh warga. Ya ampun, kalau di sini mah ya, jangankan bis gratis, yang bayar saja kita masih curi-curi untuk tidak bayar, ya (dengan mengelabui petugas dll), apalagi kalau gratisan, wuah, bakal doyong-doyong kali ya itu bus saking banyaknya orang yang naik :D

Yang bikin ngenesnya, sih, UMR mereka jauh di atas kita, pakai banget, karena di kita 3 saja susah sampai ya pak, bu, ini mereka 7 jutaan gitu kalau dihitung dengan rupiah. Gimana tidak banyak yang berbondong-bondong pergi ke sana ya untuk meraup ringgit demi hidup yang konon katanya jauh lebih layak dan manusiawi, meski kenyataannya, ada juga yang menempuh jalur ilegal karena tidak mudahnya masuk ke sana sebagai pekerja jika tidak memiliki skill yang mumpuni dan kemampuan bahasa asing yang tidak ala kadarnya.

Ini menjadi sangat penting, karena, ternyata, orang Malaysia memandang kita sebelah mata khususnya para pekerja yang kesana hanya dengan modal nekat, yang kemudian kerjanya menjadi tidak maksimal karena tidak ada skill dan minimnya pengetahuan seputar pekerjaannya, yang mungkin tidak selamanya berurusan dengan rumah dan dapur.

Saya jadi kepikiran untuk memasukkan Malasysia dalam daftar negara-negara yang harus saya kunjungi setelah selesai menjelajah Indonesia, Turki, Afrika, Spanyol, Vietnam, Pakistan, India, Jepang, dan Korea. Oh, sebetulnya masih ada lagi sih listnya, hihi, tapi, sementara itu dulu, deh. Tolong diamini ya, guys, supaya minimal saya bisa mengunjungi 3-4 negara yang ada dalam list must come yang sudah saya idamkan sejak beberapa tahun lamanya.

2015 tinggal menghitung hari, ini sudah masuk Desember loh, mblo #eh. Buruan deh cepat cari pasangan biar puasa dan lebaran tahun depan, iya, tahun yang baru lho sudah tidak guling lagi yang jadi penghibur lara di kala malam tiba.

Dan seperti ERK yang suka dengan sehabis hujan di bulan Desember, pun saya tak pernah berhenti berdoa kala hujan turun membasahi bumi tercinta, semoga kita, akan menjadi manusia yang terus melakukan perubahan ke arah yang jauh lebih baik, dan menjadi manusia yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Iiih, ribet tidak sih, bacanya? :D semoga tidak yaaa. Aamiin...


Kalau kamu, bikin resolusi tidak, sih?  















Komentar

Postingan Populer