(Review Film) Bulan Terbelah di Langit Amerika


Tinggal dan bekerja di Amerika sebagai seorang jurnalis menjadi tidak mudah bagi Hanum (Acha Septriasa), terlebih pasca kejadian 9/11 yang hingga kini masih menyisakan begitu banyak misteri. Orang-orang yang hanya melihat, mendengar, membaca Islam dari media kemudian memiliki pandangan yang berbeda terhadap kehidupan seorang muslim yang potret kehidupannya seakan dipenuhi dengan kekerasan. Setidaknya itu yang dialami Hanum ketika mendapat tugas dari atasannya untuk menulis sebuah artikel tentang, 'apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?'

Untuk menggenapi tugas ini, Hanum diminta mewawancarai Azima Hussein (Rianti Cartwright) seorang muslim mualaf yang suaminya turut menjadi korban dalam 9/11. Tak ada yang ditinggalkan Hussein, suami Azima selain label teroris yang dilekatkan media pada keluarganya yang membuat Azima kemudian kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang muslim.  Krisis identitas yang mungkin juga dialami muslim di belahan dunia lain yang terlanjur melihat Islam dengan jihad yang mengerikan; teror, bom, dan lain sebagainya yang kerap dimunculkan media.

Hanum kemudian harus menghadapi kenyataan Azima menolak untuk diwawancara media. Sementara Rangga, suami Hanum yang diperankan oleh Abimana Aryasatya yang seharusnya menemani Hanum selama di New York dipaksa memutar otak, mencari cara untuk mewawancarai Philipus Brown, seorang miliarder misterius yang rekam jejaknya bersih dari pemberitaan sebagai syarat tugas S3-nya. Ketika Hanum tengah berjuang mencari jawaban dari  narasumbernya, Azima, Rangga dihadapkan pada situasi untuk mengajukan pertanyaan yang sama pada Brown. Sebuah pertanyaan kunci yang membuat puzzle 'apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam' menemui jawabnya.

Konflik yang disajikan dalam film ini adalah realitas yang terjadi, tentang bagaimana Hanum di satu sisi harus menyelesaikan tugasnya sebagai jurnalis dengan mengetengahkan sebenarnya kejadian, Rangga yang struggling menemui Brown yang luar biasa sibuk dan sulit ditemui, serta Nino dan Hannah dengan konflik internal hubungan mereka yang bertolak belakang. Untuk scoring music, saya suka soundtrack yang ditebar di beberapa scene, yang menurut saya cukup romantis.

Yang berkelebatan di dalam benak saya kemudian selama film diputar adalah apakah semua penonton di studio 2 kebagian tempat duduk karena sebelum film diputar, beberapa orang berkumpul di depan bangku, melihat-lihat apakah ada bangku kosong yang bisa disinggahi. Animo yang luar biasa dari penonton pada film Indonesia yang kita harapkan akan menjadi tuan di negeri sendiri. 
  

Nobar KOPI Pesona Indonesia
Jujur, ini kali pertamanya saya nonton dengan kondisi XXI yang dipenuhi lautan manusia. Terasa menjadi lebih spesial karena malam ini saya nobar bersama teman-teman KOPI yang sore itu tampil maksimal. Menyenangkan memang bila kita bisa menonton film bersama orang-orang terkasih, ya.

Selesai film diputar, saya tak bisa berhenti menyunggingkan senyum karena ternyata Amerika sangat indah, ya. Dan Arkarna serta Andini begitu ramah melayani penonton yang sangat mungkin juga penggemar mereka sejak lama, foto-foto. Sebetulnya saya juga ingin mengabadikan diri satu frame bersama Abimana, tapi, sepertinya cukuplah diwakilkan oleh kakak-kakak KOPI yang konon kabarnya begitu kekeuh mengejar Abimana hingga ke luar XXI. 

Kakak-kakak Koalisi Online Pesona Indonesia (KOPI) kece-kece, kan?
Full Seat

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer