Hidup di Rumah Sempit? Kenapa Tidak?

Belakangan, saya lagi suka lihat-lihat model rumah-rumah ramping yang ringkes pakai banget. Kayaknya seru kalau diamanahkan rumah tipe-tipe minimalis gitu. Begitu ada acara yang ada hubungannya sama ini saya langsung daftar. Bisa dibilang ini kali pertama saya ikut acara ngobrol cantik BP (kali ini bareng Prajawangsa City) yang insyaAlloh bermanfaat karena membahas eco&compact living yang memang lagi tren di banyak kalangan.

Bukan soal lagi trennya saja sih, tapi juga sejauh mana tren itu dibutuhkan dan terasa kebermanfaatannya buat kita. Karena kadang ada juga yang cuma sekadar ikutan tren tanpa tahu apakah benar kita butuh dengan apapun yang lagi tren itu. Impulsif banget gitu kayak seorang penulis muda yang lagi menikmati masa menjadi ibu baru. Ini balik lagi ke personalnya, sih.

Tidak heran kalau Rabbani, arsitek kece yang punya arsitek firm sendiri bareng pasangannya memulai cerita dengan mengisahkan perjalanannya selama ke Jepang. Waktu Rabbani bilang doi sudah merit koor suara yaaa di belakang kompak banget kedengaran sampai ke depan. Hahaha. Syukurlah Rabbani kayaknya nggak dengar.


Kenapa Jepang, pertama ya karena Rabbani lagi ada proyek mungkin di sana. Orang Jepang kelihatannya memang senang dengan rumah yang loose. Nggak kayak rumah kita yang baru di halamannya saja sudah banyak printilannya. Eh, iya nggak sih?

Saya sendiri lebih suka hunian yang kecil namun asri. Kalau bisa halaman dibuat lebih luas dibanding rumah. Jadi soal keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah terpecahkan sendirinya dengan konsep ini. Memang konsep rumah dengan taman jarang ada ditemui kalau kita tinggal di apartemen sekalipun bukan hal yang mustahil menyulap sedikit ruang jadi taman mungil. Seperti ini contohnya. Lucu, ya?

(image : media rooang.com)

Hunian-hunian mungil nan ringkes begini yang biasa kita sebut compact living, ditambah eco kalau dia memenuhi syarat ramah lingkungan dari pemakaian sumber daya energinya yang efektif dan efisien (green living). Ada 6 aspek nih, gaes yang harus dipenuhi untuk bisa mewujudkan apa yang disebut green living, yaitu; energi, tanah, air, cahaya&udara alami, eco material, serta smart design.

Terus kalau untuk diterapkan di apartemen gimana? intinya sih sama saja, karena hunian itu kan dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan kita untuk berinteraksi. Biasanya kan kalau di apartemen itu sempit ya, jadi rada susah buat ngobrol dan biasanya jadi ngobrol di luar/lorong gitu. Hal ini bisa diatasi dengan memilih material 2-3 warna saja untuk memberi kesan nyaman (nggak riweuh atau pusing gitu melihatnya), penataan layout furnitur yang compact atau memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang ada secara maksimal.

Si Rabbani pernah lho handle tanah sempit doi bikin sedemikian rupa sampai bisa mengakomodir 5 kamar hanya dengan luas sekitar 90m/segi. Tapi, dengan lahan dan ruang gerak yang semakin sempit ke depannya nggak lantas jadi bikin kita kita ikut-ikutan sempit kan, ya? Mungkin sudah saatnya kita mulai belajar untuk mengatur ruang agar lebih efisien (Rabbani).

Less is More
Nah, sekarang untuk masalah seputar mengatur ruang agar lebih efisien kita pindah ngobrol sama ahlinya ya, mbak Bayu Fristanti yang siang itu tampil chic and sporty. Mbak Bayu ini profesional organizer dari RapiRapi. Ingat ya ini bukan EO lho, tapi profesional organizer yang membantu kerjaan kita biar lebih efisien.


Simpelnya, organizing things makes our life easier. Makanya kalimat less is more jadi highlight presentasi mbak Frista. Karena kalau kita disorganize cost us time, money, health and stress. Kuncinya ada di 3U1P:
  • Understand our value
  • Understand our place
  • Understand how much items we have
  • Projected/envision our dream home/room
Berikut mbak Frista share 4 cara to organize anything: RAPI
  1. Review and assess
  2. Act now by group and sort things
  3. Place it
  4. I maintain
Buat yang masih bingung gimana cara simpel untuk memisahkan barang, dibagi saja menjadi 4 bagian, yaitu; barang yang mau dijual, disimpan, didonasikan, dan dibuang. Tempatnya sendiri bisa disesuaikan sama apa yang ada di rumah, ya gaes. Dimanfaatin saja barang-barang yang ada, misal kalau punya kardus ya pakai kardus atau yang lainnya.

Untuk closet compact living dibuat sesimpel mungkin, biasanya memanjang ke atas ya karena space yang sempit. Semua barang-barang yang ada juga bisa dipakai untuk menaruh barang-barang di dalam lemari. Misal kayak hanger, drawer, gelas plastik, dan lain-lain. Begitupun halnya dengan dapur nggak perlu naruh banyak barang, ya. Paling agak banyak buat yang punya hobi masak kue. Kunci di dapur ini adalah  meletakkan barang yang biasa kita pakai pada hands and eye level untuk memudahkan pergerakan selama melakukan kegiatan di dapur.

So do with the bathroom. Di Jepang rata-rata sudah mulai menyatukan toilet dengan wastafel. Di sini belum, ya dan masih agak riweuh karena masih banyak toilet umum yang tradisional dengan menyediakan ember beserta gayung. Ini nggak masalah sih sebenarnya selama lantai bisa dijaga tetap kering dan nggak meninggalkan aroma yang menyengat.

Last but not least, mbak Frista kasih kita some organizing tips, nih:
  • Assign a home for every objects
  • Always keep your countertop clear
  • Do not buy organizing product/storage first
  • Group similar items together
  • Make an in and out rule
So, are we ready to get started?

Komentar

  1. Aku juga suka gaya rumah yang minimalis dan simpel dengan gak terlalu banyak barang, kesannya jadi lapang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju. pikiran juga jadi lebih fresh, ya tiap mata membuka :) makasih sudah berkunjung.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer