Perihal Mengakrabi Jodoh Merayakan Cinta

Kemarin, sebetulnya saya nggak punya rencana buat pergi ke GBK. Pertama, karena musim yang galau berkepanjangan bukan cuma berhasil bikin saya baper, mager dan er-er lainnya yang tentu saja yang relevan dengan sikon saya saat itu. Kedua, gosokan di rumah itu lagi numpuk parah. PARAH ABIS! kayak kondisi keuangan saya beberapa waktu belakang.

Tapi, ah, sudahlah. Saya kan nggak lagi mau bahas hal itu. Lalu, sampai pada suatu titik atau keadaan, bikin saya merubah pemikiran-pemikiran sebelumnya. Ya. Lagipula, bukannya hari ini di GBK bakal ada yang ngebahas seputar jodoh, ya? Ya ampun. Itu, well, itu kan tema hidup yang nggak pernah lepas dari hidup saya. Trust me!

Kayak ketombe saja. Nempel terus gitu meski sudah dikeramasin, dikondisionerin, dicreambath-in, tuh ketombe malah makin nempel dan ogah-ogahan pergi. Bukannya pergi malah bawa teman-temannya gitu, reunian di kepala. Sakit ya tuh ketombe!

Well. Lanjut.
Jadi, saya cuma butuh satu momen atau kejadian saja untuk mengambil keputusan pergi atau nggak. Soal momennya apa nggak perlu diceritainlah, ya. Yang pasti sik, yang sering dengar curhatan saya tahulah sedikit banyak perihal ini. Sebenarnya sik kejadian kayak gini sering banget saya alami. Malah, bisa dibilang saya itu orangnya paling nggak terplanning. Spontan gitu. Karena giliran sudah direncanain, mateng pulak malah lebih sering gatot.

Berbekal pengalaman mas gatot itu, saya jadi sering bilang ke diri saya sendiri. Nggak usah ngoyolah. Yah kalau pas bisa, jalan saja. Nggak perlu direncanain jauh-jauh hari kecuali memang perjalanan yang memerlukan perencanaan matang macam, er, perjalanan rumah tangga, dan atau sejenisnya.

Lanjut!

Sebetulnya, dibilang nggak mau pergi nggak juga, sik karena dari hari apa tahu saya sudah baca di timeline kalau Fadh Pahdepie yang lagi naik daun itu (di kalangan jombloers dan mamah muda, of course) bakal ngobrolin soal bukunya yang ngebahas soal jodoh dan semacamnya. Mengakrabi jodoh, merayakan cinta. Itu judul buku kesekian Fadh yang memang rata-rata ngebahas soal lika-liku dan seluk beluk rumah tangga.

Dan, ketika saya sampai di GBK, saya kaget bukan kepalang karena kenapa jadi banyak banget mobil yang mau masuk ke dalam, diperiksa pula oleh cowok-cowok berseragam loreng-loreng yang bawa senapan laras panjang. What the hell is going on here? kata saya sama diri saya sendiri, tentu saja setelah satu cowok yang manggil saya adik nyuruh saya buat buka tas, luar dan dalam. Kezel banget deh beneran waktu itu karena masa iya sik cuma mau masuk sini saja diperiksa sampai segitunya. Padahal sebelum-sebelumnya nggak pernah macam ini.

Singkat cerita, setelah saya bilang nggak ada apa-apa di tas, cowok itu lanjut nanya saya mau kemana dan dijawab sendiri, mau ke book fair ya sambil mengangguk dan beralih pada kendaraan berikut di belakang saya. Cowok berseragam yang aneh. Itu sebabnya kenapa saya males banget cari pacar yang berseragam. #eh

Dari situ, saya melanjutkan perjalanan sambil ngedumel (tetap) dan berjalan lurus seperti biasa kalau saya ke GBK. Niatnya sik mau parkir di tempat biasa, dan sotoyayamnya, saya pikir lokasi IBF itu ya di dekat-dekat situ, alias di JCC which is SALAH BANGET dan NGGAK BANGET SALAHNYA karena ternyata IBF itu di istora dan di JCC itu lagi ada KTT LB OKI yang ke-5. Ok, fixed! pantes saja saya terus mendapat tatapan maha penuh kecurigaan dari cowok-cowok berseragam yang berseliweran disetiap tempat yang bisa saya lihat karena hellooooo, kamu tuh sudah masuk ke wilayah restricted area, nona! sadar nggak, sik?! tapi, anehnya, saya nggak ditanya-tanya juga sik pas parkir di parkiran di dekat pospol sana.

Hahaha. Sumpah, saya tuh ngerasa bego banget karena nggak tahu lagi ada apaan di JCC kalau saja nggak nanya (pura-pura nanya lebih tepatnya) sama penyapu GBK yang lagi duduk-duduk istirahat sambil ngobrol di dekat pospol. Tadinya sik malahan pengin langsung masuk  gitu, sekalian liputan. Ya kali disuruh masuk, yang ada malah dibawain tim K-9 kali buat diendus otak saya yang rada miring.

Pfftttt!! what an absurd day. Tapi, dari sini saya belajar kalau Indonesia serius soal memberi keamanan dan kenyaman pada para pemimpin dan perwakilan negara-negara yang mengikuti KTT ini. Salutlah. Asal jangan terlalu lebihlah, mas, bang, kang, aa meriksanya. Dan nggak perlu masang wajah gahar juga karena jadi bikin yang diperiksa nggak nyaman. Sewajarnya saja.

Ok. Balik lagi ke tujuan awal saya ke GBK yaitu untuk carijod ehm datang ke talkshow & booksigning buku Fadh yang dibahas selama kurang lebih satu jam di ruang anggrek yang terletak di lantai 2. Beda dengan ruangan bedah buku Tere Liye di panggung utama, yang sempat saya datangi namun karena saya kesana bukan untuk itu, setelah duduk beberapa saat di salah satu bangku yang cukup susah nyarinya, saya langsung bergegas pergi ke ruang anggrek. Which is perjuangan banget karena, ok, bodoh banget kalau berharap istora sepi karena ini kan hari terakhir IBF, sudah pasti saya yang nggak tahu kalau hari ini hari terakhir IBF bakal menemui kejadian-kejadian semacam ini (saya tentu saja tidak mengantisipasinya).

Setelah melalui drama krl pagi dan sore hari, akhirnya saya sampai juga di ruang anggrek yang jauh lebih nyaman dibanding panggung utama. Pertama, ruangannya jauh lebih kecil, ber-AC dan penduduk yang sudah nempatin bangku jumlahnya jauh lebih sedikit dari yang saya duga. Nggak tahunya, makin lama ruangan itu makin penuh dan puncaknya mengular sampai ke pintu masuk setelah Fadh datang dan memulai talkshow dengan agak ngos-ngosan, banjir peluh, dan tentu saja kehausan yang teramat sangat.

Rupanya Fadh yang nggak tahu jalan jam berapa dari rumah bingung nyari parkir pas sampai di Istora. Saya tahu rasanya kayak apa (terlebih hari ini), jadi, bisa dimaklumi. Dan dia, lari-larian gitu kayaknya demi ngejar waktu karena memang acara demi acara kan dibatasin waktu gitu. Fadh baru sampai di ruangan jam satuan lewat, dan nggak lama setelah minum dan tarik napas langsung diberondong pertanyaan oleh MC yang bernama Harun.

Pertanyaan yang diajukan sik cukup mewakili perasaan para hadirin yang datang, saya rasa. Beberapa diantaranya langsung ke pokok permasalahan perihal apa itu jodoh, cinta, belahan jiwa, dan lain sebagainya dimana pertanyaan-pertanyaan itu sebetulnya mungkin sudah kita ketahui jawabannya meski kadang kita suka nggak yakin sendiri kalau apa yang kita ketahui itu benar atau nggak adanya.

Intinya, menurut Fadh mencintai itu beda dengan jatuh cinta. Sementara jodoh itu peristiwa dimana kita memutuskan sesuatu alias mengambil tindakan setelah melalui serangkaian kejadian yang membuat kita yakin atau malah sebaliknya atas suatu perkara.  Dan waktu dia bilang kalau laki itu rasional, saya jadi mulai ngerti kenapa cowok irit banget ngomong karena mereka memang lebih banyak memakai otak sementara kita, pere-pere yang suka baper ini lebih sering mendahulukan perasaan. Karena memang seperti itulah kita diciptakan. Untuk saling melengkapi.

Dan dalam suatu hubungan, catat ya gaes, nggak ada yang namanya kesempurnaan. Saya setuju, Fadh. Meski dulu dulu banget, saya pernah banget ngidamin pasangan yang sempurna. At least menurut mata saya. It doesn't have to be that physical perfect, tapi yang bikin saya nyaman. Dan soal kenyamanan itu bukankah mahal harganya? bukankah selama ini, kita yang sibuk dan disibukkan oleh kegiatan rela membayar mahal hanya untuk mendapatkan sesuatu bernama kenyamanan?

Well, sayangnya, kondisi lagi nggak memungkinkan bagi saya untuk bawa buku itu pulang meski dengan harga di bawah toko buku. Buku ini 65% nya kisah Fadh sementara sisanya fiksi. Buku bagus bagi siapa saja yang masih baper, galau dan lain sebagainya perihal jodoh, cinta, belahan jiwa.  











  







 



 

Komentar

Postingan Populer