10 Hal Atasi Kemacetan di Jakarta

(gambar: techrepublic.com)
Sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab, kita seenggaknya harus paham, minimal tahu isu-isu yang sedang bergulir di media. Yang sering terpapar media (atau kerjanya memang di media) ya sudah barang tentu nggak usah ditanya tahu atau nggaknya, ya tho? lha wong saban hari ngendoni media. Perihal apa yang dibaca atau dikerjakan di sana ya itu balik ke masing-masing individu. Kita nggak bisa masuk ke ranah itu.

Ok. Sekarang mari langsung masuk ke inti cerita. Buat yang lagi senggang atau lagi leha-leha mungkin bisa diambil dulu cemilan beserta minuman dinginnya kaka-kaka yang baik hati dan budinya, terus lanjut mantengin ini tulisan sampai tuntas. Kalau perlu mampir juga ke tulisan-tulisan lain yang tentu saja bisa dipilih untuk kemudian diambil hikmahnya.

Tahun ini, pemerintah kembali menggulirkan isu perihal Electronic Road Pricing (ERP) yang sudah diwacanakan tahun-tahun sebelumnya. Karena ERP ini akan rata dikenakan pada semua kendaraan (jika terealisasi), saya langsung tergerak untuk sedikit cari tahu soal si ERP ini. Isu ini jadi teramat seksi buat saya karena saya hari-harinya kan bawa kendaraan pribadi, meski cuma motor matic jadul yang nantinya mungkin akan dikenakan tarif ERP yang rencananya paling mahal sekitar Rp.21.072. Angka ini bisa berubah nantinya tergantung tingkat kemacetan saat itu.

Penerapan ERP ini rencananya akan dibagi jadi tiga area meliput Blok M-Stasiun Kota, Gatot Subroto (Kuningan-Senayan), Rasuna Said-Tendean, sampai Sunter-Kemayoran. Jika jadi diterapkan, ERP sangat mungkin akan menggantikan 3 in 1 yang menurut saya kok ya nggak efektif buat mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta.  Lha ya malah sejak banyaknya mal yang dibangun, kemacetan justru makin merata di daerah-daerah yang nggak kena 3 in 1, misalnya kayak daerah Casablanca, yang macetnya ampun-ampunan.

Sambil menunggu pemerintah mewujudkan si mas ERP ini, mari kita memberi sedikit masukkan untuk pemerintah apa-apa saja yang bisa dilakukan yang mungkin bisa membantu mengurangi kemacetan, bukan hanya di Jakarta, mungkin nantinya bisa diterapkan di kota-kota besar lain yang juga punya masalah yang sama. Macet dan banjir itu sudah kayak kutukan, sama kayak Jomblo yang jawabannya misterius. Di bawah ini, saya tuliskan apa-apa saja yang mungkin bisa membuat macet sedikit lebih berkurang.

1. Naikkan pajak kendaraan
2. Naikkan harga BBM
3. Naikkan tarif parkir
4. Seleksi kendaraan yang masuk daerah ERP, misal nggak boleh masuk jika kendaraan berusia di bawah 10 tahun.
5. Buat ketentuan maksimum kecepatan kendaraan, sehingga memungkinkan bikin kesal pengemudi yang kerjaannya jadiin jalanan sebagai arena balap
6. Batasi kepemilikan jumlah kendaraan di dalam rumah tangga dan korporat
7. Batasi usia (minimum-maksimum) pengguna kendaraan bermotor, jika ketahuan kenakan denda yang membuat jera si pelanggar.
8. Rumitkan persyaratan untuk memiliki kendaraan
9. Buat aturan dilarang merokok di dalam kendaraan (pribadi) dan tentu saja angkutan umum

Well, dari semua yang termaktub di atas sih sebetulnya yang paling urgen dilakukan pemerintah saat ini menurut saya sebagai pengguna kendaraan pribadi dan kadang angkutan umum, adalah memperbaiki sarana dan prasana umum. Kalau kendaraan umum sudah nyaman dinaiki, saya kira tak mungkin kita semua masih berbangga-bangga memamerkan kendaraan yang harganya milyaran rupiah di jalanan ibukota. Dan dengan membatasi usia minimal pengendara, kita juga sekaligus meminimalisir angka kecelakaan pada pengguna kendaraan di bawah umur yang masih labil dan lebih sering galau dibanding belajar.

Dan yang nggak kalah penting mungkin membangun kesadaran warga, dimulai dari rumah akan konsekuensi dan urgensi membawa kendaraan sendiri.




 





  




 




 












  




Komentar

Postingan Populer