Short trip to Jogja (part 3)

Sabtu itu (tanggal 8 Juli) saya punya waktu seharian untuk ngapa-ngapain. Tapi, paginya saya masih leyeh-leyeh. Sudah packing sih malamnya, packing singkat alias kurang niat gitu karena masih ada beberapa barang yang belum dimasukkin -- seperti peralatan mandi dkk, make up (sekalipun cuma bedak sama lipstik) ke ransel hitam yang setia menemani saya kemana saja.

Tadinya malah mau nyempetin ke tip top buat belanja camilan gitu buat makan di kereta, tapi setelah dipikir lagi,... ya kok rasanya tidak praktis banget secara belanjanya juga paling cuma 20-30 ribu gitu. 50 ribu paling maksimal lah. Cape di jalan saja kan. Jadi, saya belanja di minimarket tempat mesen tiket kemarin, dan anehnya saya beli minum botolan yang gede gitu. Padahal kan bisa saja beli pas di stasiun.

So weird, kan?

Iyain saja biar cepat. Sambil menanti kepastian dari partner perjalanan saya yang sudah harus masuk tanggal 17 atau 18 sih, Fir? saya coba cari penginapan yang murah dan bagus gitu. Saya cari beberapa rekomendasi blogger yang pergi dengan bujet minimalis juga kayak konsep perjalanan kita nanti. Makin dicari makin pusing. Akhirnya saya cuma dapat sekitar 3-4 penginapan yang saya ss biar bisa dilihat lagi nanti pas di sana. Pengin dihubungi galau, khawatir ternyata ada teman Firly yang bersedia menampung kita. Apalagi book kan?

Ya sudah. Sampai sorenya, pas mau jalan ke stasiun (minta diantar ponakan yang rewel banget minta cepat-cepat karena katanya mau pergi juga), kabar itu tidak datang juga. Yo wislah. Tidak mungkin kan kita tidak jadi jalan gitu cuma gara-gara tidak tahu mau tidur di mana selama di Jogja nanti. Itu bisa diurus nantilah, pikir saya. Yang penting, sekarang saya harus cepat-cepat jalan ke stasiun karena saya tidak mau ketinggalan kereta seperti waktu yang lalu. Waktu jalan pertama kali ke Jogja bareng teman-teman di kantor yang lama.

Ditinggal kereta itu pedih, kawan. Cuma karena selisih beberapa menit, bahkan detik, kuda besi itu dengan teganya jalan tanpa melihat ke belakang. Ah. Sudahlah. Yang sudah pernah merasakan pasti tahulah ya gimana perihnya.

Tulisan ini kayaknya sih akan menjadi panjang, jadi buat yang mau lanjut bisa ambil camilan dulu, bikin kopi atau cokelat hanget dulu dan baru kembali setelah semuanya dirasa siap.

Pas mau berangkat itu, tahu nggak apa yang berat? ninggalin mbul yang belum mandi, yang suka bikin orang rumah sebel karena suka pee sama poo di dalam rumah, yang suka bikin saya ketawa-ketawa sendiri melihat tingkahnya yang silly. Lainnya sih biasa saja. Haha. Nggak juga sih. Lagian saya kan cuma mau ke Jogja tiga hari tiga malam saja.

Saya nggak bilang sama mama kalau di sana belum tahu mau stay di mana. Paling kasih garis besarnya saja kalau kita mau ke malioboro dan ada kemungkinan menginap di daerah sekitaran sana. Itu saja, sih. Pas ditanya mau kemana saja, yang nyengir lebar. Belum tahu juga. Itenerary yang dibuatin mbak Eva sudah sampai, alhamdulillah. Tinggal lihat saja nanti selama di sana sempatnya kemana saja.

Ok. Jadi sudah siap menyimak perjalanan saya selama di kota gudeg?

It all starts here.

Stasiun Lempuyangan dini hari

"Kereta anda telah tiba pada tujuan akhir perjalanan. Stasiun Lempuyangan."

Saya lupa redaksi persisnya, tapi kurang lebih informasinya seperti itu yang keluar entah darimana. Karena suara ini juga, saya terbangun setelah mengalami tidur yang panjang. Jadi, kereta saya itu berangkat jam sembilan lebih satu menit. Telat satu menit saja, kelar hidup. Tapi, kalau si kereta yang telat, no problemo. Semua baik-baik saja.

Saya sampai stasiun pas maghrib gitu. Diantar ponakan sampai ke dalam, saya yang nyuruh karena saya malas bawa gembolan sana sini. Jadi, dia masuk bayar parkir sama kayak parkir satu jam di stasiun padahal cuma drop saya sama gembolan saya saja. Haha.

So mean.

Keadaan stasiun sore itu ramai, sudah pasti. Oleh orang-orang yang juga bawa gembolan yang sama atau bahkan lebih banyak dari saya. Yang cuma bawa ransel doangan gitu juga ada, sih. Tapi bisa dihitunglah. Sekalipun cuaca masih sangat panas sore itu, saya tetap jaketan. Saya langsung jalan pelan sambil diam-diam mengamati fashion orang-orang di stasiun.

Penting banget, kan?

Tidak, kok. Mana sempatlah. Yang ada saya langsung buru-buru ke sebuah ruangan kaca gitu yang nggak jauh dari tempat saya di drop, masuk ke sana dan ambil no antrian sekalipun feeling saya mengatakan kalau itu bukan tempat yang tepat. Tapi, saya masuk juga dan tetap ambil no antrian. Setelah itu baru nanya sama seorang bapak yang lagi antri juga dan sibuk sama hp-nya.

Misi, pak kalau saya mau print tiket di sini bisa?

Oh, di sana mbak. Mbak lurus saja, nanti dekat atm ada tempat buat print tiket.

Di sana ada petugasnya kan ya, pak?

Ada. Nanti mbak tanya lagi di sana, ya.

Iya. Makasih ya, pak.

Percakapan aslinya sih nggak sepanjang itu. Diburu waktu karena belum maghriban juga, saya lari-lari kecil buat sampai ke tempat yang dimaksud si bapak. Sampai di sana, nggak lihat petugas KAI, saya minta bantuin sama satpam baju biru gitu. Yang suka bolak balik di dalam krl. Satpamnya bilang, itu mbak bisa minta tolong sama petugasnya, kata bapaknya. Dan mata saya pun langsung mencari petugas yang dimaksud yang berbaju putih yang tadi ketutupan sama calon penumpang.

Saya harus nunggu karena petugas itu juga lagi bantuin calon penumpang yang lain. Dua orang, satu ibu-ibu dan satu mas-mas gitu. Setelah selesai, tiket yang saya beli di minimarket yang sudah dipegang petugasnya langsung dimasukkan gitu ke komputer di depannya. Yang dimasukkan ternyata kode bookingnya yang tertera paling atas.

Tidak lama. Srrrt! kertas dengan warna oranye-oranye keluar gitu dari mesin yang ada samping atau bawahnya, sih. Lupa. Saya bersorak girang dalam hati, senang karena ternyata nggak harus antri lama buat print tiket. Lain halnya kalau saya yang coba print sendiri itu tiket -_- wallahua'lam selesai jam berapa.

Jadi, daripada ragu dan kelamaan mikir gimana cara kerjanya itu mesin, mending minta bantuan saja. Petugasnya juga ada dan mau kok dimintain tolong. Sekalipun cuma satu orang, membantulah. Semoga ke depan bisa disediain lebih banyak petugas standby di sana, ya karena lumayan lama lho kalau kita nggak ngerti cara ngoperasiinya. Apalagi kalau pas buru-buru atau mepet waktu boarding.

Beugh. Jangan coba-coba dah. 

Pas saya tanya bisa print-in sekalian tiket pulangnya, si masnya bilang nggak bisa, mbak. Di print di stasiun kepulangan bisanya.

Saya ber-oh-ria dan langsung cap cus meninggalkan si mas untuk kemudian mengantri salat, tentu saja setelah mengucapkan makasih yo, mas. Ciao!

Yah gitu, deh. Tempat salatnya kecil buat menampung calon penumpang hari ini. Antrian wudunya mengular sampai keluar pintu toilet, belum lagi masuk ke dalam musholanya harus melalui antrian cowok yang juga nggak kalah panjang. Ternyata, tempat wudhu perempuan di dalam gitu.

Ya sudah. Setelah semua selesai, saya ngetem duduk di depan mushola sambil nunggu isya. Jadi pas di kereta nanti tinggal bobo cantik, pikir saya. Kenyataannya, saya memang bobo cantik. Bahkan saking pulasnya, saya baru bangun saat pemberitahuan dilayangkan dari speaker dan menggema di stasiun tujuan perjalanan saya di trip kali ini.

Stasiun Lempuyangan. 


 








Komentar

Postingan Populer