Slip merah atau slip biru?

Biasanya apa reaksi kalian begitu melihat seragam coklat-coklat lengkap dengan rompi hijau dari kejauhan? langsung jalan minggir, melipir mepet mobil terus langsung bablas begitu ada kesempatan? Saya melakukan itu tiap kali ada di momen itu.

Bertemu bapak-bapak berseragam coklat terlebih di awal bulan memang bukan sesuatu yang menyenangkan, bisa merusak mood malah, apalagi kalau hari itu pas hari Senin. Komplit! Kita-kita yang kesehariannya membawa kendaraan sendiri (entah itu roda dua atau empat) pastinya sudah paham kapan waktu-waktu, di mana bapak-bapak (biasanya bertampang sangar, bodi keker, maskeran, bermata jeli) itu berada (bisa menemukan kita).

Anehnya, tidak jarang sekalipun kita berusaha menghindar, ngeles semaksimal mungkin mereka bisa muncul dan menemukan kita begitu saja. Bahkan di  tempat yang menurut kita paling mustahil sekalipun, mereka bisa menemukan (memberhentikan kita dengan paksa awalnya) kita.

Contohnya beberapa waktu yang lalu saya pulang dari bepergian bersama mama kita mampir ke tip top dulu karena saya harus beli camilan buat ke Jogja. Jadi, waktu itu saya yang biasanya ngambil rute kawasan pulo gadung, kali itu ambil arah Klender.

Di jalan sempat ada perasaan gimana gitu tapi saya cuekkin karena kayaknya nggak ada alasan untuk berpikir yang nggak-nggak. Dan benar, pas di jalan dekat-dekat buaran (I Gusti Ngurah Rai) ada  razia. Nggak tiba-tiba karena saya rasa mereka sudah beberapa lama di sana (dan sedang menilang beberapa tentu saja pengendara roda dua).

Saya coba pakai jurus yang saya bilang sebelumnya, dan yah, kamu tahu, nggak berhasil. Dua orang bapak-bapak berbadan besar dan bertampang sangar (jauh dari kata ramah dan pengayom masyarakat) tampak begitu bernafsu memberhentikan saya.

Tanpa tedeng aling-aling (nggak pakai penjelasan apa dan kenapa apalagi salam senyum sapa) setelah berhasil memberhentikan saya, satu orang terus melihat ke arah saya (terasa sekali mengintimidasi) dan karena saya malas berhadapan lama-lama, saya langsung mengeluarkan surat-surat yang diperlukan.

Aman, saya pikir. Semua lengkap, dan apa-apa yang harus saya lakukan dengan motor sudah saya lakukan alhamdulillah. Harusnya bapak-bapak ini memberi tahu alasan mengapa mereka memberhentikan saya, misal jelas-jelas tidak pakai helm, tidak ada plat, atau modif motor secara berlebihan.

Ini terkesan asal memberhentikan yang penting stop dulu baru cari-cari kesalahan kemudian. Yah, itu kesan yang saya tangkap dari apa yang saya amati selama ini. Sim ok, agak lama pas di stnk, dibolak-balik dengan teliti, dan...

"Ini pajaknya telat ya." kata (kita panggil saja pp) pp entah sebuah pertanyaan atau pernyataan.

Saya mengangguk karena memang saya lihat tertera bulan lima (dua bulan) di sana. Saya kaget juga kok bisa ya saya telat (ini di luar dari kebiasaan). Tapi, yah, mau gimana lagi. Saya berusaha sabar walau waktu itu sempat tidak terima juga karena saya kemudian dikasih slip biru dengan denda tilang yang disilang (denda maksimal saya baru tahu kelak) sebesar Rp 500 ribu.

Pasti ada hikmahnya pikir saya, dan yah, kalau tidak ditilang kemarin, mungkin sampai saat ini saya tidak tahu kalau pajak motor saya sudah terlambat dua bulan. Jadi, setelah mengambil napas (sempat terpikir minta slip merah tapi pp sudah keburu balik badan begitu sim saya dikantonginya) kami pun berlalu meninggalkan tkp. Mama diam saja, tidak bisa berkata apa-apa karena memang mungkin sudah waktunya keluar uang untuk bayar denda tilang.

Di blanko biru yang saya dapat ditulis lengkap tanggal sidang, nominal denda, nama petugas yang menilang dan lokasi sidang. Karena saya sedang berada di daerah Jaktim waktu ditilang, sidang ditulis di PN Jaktim yang berada tidak jauh dari Walikota Jaktim.

si slip biru dengan denda maksimal 500 ribu
Sampai di rumah, saya langsung browsing apa dan bagaimana prosedur tilang slip biru. Dulu sempat baca karena sempat viral juga kalau ditilang minta slip biru (lupa karena apa). Ada beberapa blog yang bahas pengalamannya ditilang (kebanyakkan slip merah) dan kalau nggak kena tilang mungkin saya nggak akan kepikir untuk mampir baca, ya.

Pengalamannya lucu-lucu jadi menghibur juga, ada yang ditilang sampai sejuta karena kesalahan sepele (lupa karena apa), pas duit lagi cekak, anak sekolah yang belum punya sim bahkan ktp -_- sampai yang nggak pakai helm (padahal belum lama keluarin motor dari kantor mau beli makan siang karena dekat). Membaca pengalaman mereka semua saya jadi bersyukur ternyata saya tidak sendiri, walau pasal yang dikenakan tidak nyambung (pasal 288 ayat 1), perasaan nggak rela ditilang tiba-tiba jadi perlahan berkurang.

Ok. Fix. Makin banyak yang saya baca saya makin bingung. Tanya-tanya pengalaman teman, temannya teman juga nggak membuahkan hasil yang memuaskan (simpang siur), sampai akhirnya saya baca ulang pas pagi hari H saya mau tebus barbuk, saya memutuskan untuk langsung datang ke Kejari Jaktim. Alhamdulillah tempatnya nggak jauh, Cipinang lampu merah kedua ambil belok kiri, saya sudah bisa melihat Kejari dari kejauhan (jazakillah khoiran untuk orang-orang baik yang saya tanya dan menjelaskan dengan baik di mana Kejari berada). 

Dan kamu tahu apa? saya pikir di depan pintu masuknya lagi ada apa rame-rame gitu, nggak tahunya antrian pelanggar -_-

*tersenyum kecut*

antrian buat dapat nomor panggil

suasana antrian dipanggil setelah dapat nomor panggil
Nyali saya jadi ciut, apa mungkin saya selesai sebelum jam satu, err...ok, jam dualah maksimal karena saya kerja shift siang hari itu. Ya sudahlah, daripada kelamaan mikir, saya langsung ikut antri di barisan paling belakang. Sebelumnya saya sudah fotokopi satu lembar slip birunya (just in case dan dari blog yang saya baca disarankan begitu).

Saya antri di belakang pemudi dan pemuda yang juga baru datang sama saya seperti saya (kami parkir sebelahan), dan yang cowok kelak pergi (tampaknya untuk fotokopi), dan saya manfaatin waktu itu buat tanya-tanya sama sang perempuan yang ditinggal pergi. Pertanyaan standarlah, dan ternyata casenya sama (ada teman senangnya) kalau dia juga belum bayar ke bank BRI (karena belum juga dapat no briva).

Tadinya saya sempat khawatir kalau harus bayar ke BRI dulu, tapi dari beberapa blog yang saya baca (sedikit tapi tampak meyakinkan), saya yakin-yakinkan kalau bisa langsung bayar di Kejari. Afirmasi positif. Meski sempat galau juga karena waktu tanya bapak-bapak, tiga orang ada yang balik badan gitu setor ke BRI dulu (nggak tahu ini inisiatif mereka saja atau memang disuruh petugas).

Berbekal sharing sama adik perempuan tadi (saya panggil adik karena dia panggil saya ibu dan dari tampilannya khas mahasiswi gitu) dan kelak yang lain, saya maju terus untuk menyelesaikan apa yang sudah saya mulai hari ini.

Setelah antri selama dua jam kurang lebih, saya dapat nomor panggil (antrian nomor panggil waktu itu di loket 1&2) juga. Ada yang bisa tebak saya dapat nomor berapa?


Dari berapa nomor? waktu itu saya lihat ada yang pegang nomor 537 *nelen ludah* dan ternyata kejaksaan melayani sampai 800 pelanggar setiap harinya. Dan hari itu kejaksaan kelihatannya over kuota, karena setelah saya (akhirnya berhasil) mendapatkan sim saya kembali, antriannya makin makin panjang. Bejubel, empel-empelan yang langsung mengingatkan saya pas naik cl di gerbong perempuan.

Sudah dapat nomor panggil selesai dong?

Sama sekali tidak. Itu nomor panggil saja, ya bukan nomor urut dilayani. Jadi, setelah dapat nomor panggil kita (masih) harus menunggu sampai nomor kita dipanggil. Dan dipanggilnya itu ajaibnya suka-suka bapaknya saja (nggak berurutan, loncat-loncat, longkap, dsb). Jadi nggak jaminan juga kalau yang datang pagi bisa pulang pagi lagi (kecuali nomor 1).

Bisa saja yang datang pagi atau duluan baru dipanggil siang atau bahkan sore hari. Seperti saya, antri nomor panggil dari jam sembilan kurang baru dipanggil sekitar setengah tiga. Berbekal pengetahuan setelah baca-baca di blog, saya usahain tidak berdiri jauh-jauh dari loket setelah dapat nomor panggil. Yang lain juga begitu (sudah pada pengalaman kayaknya). Mulai dari berdiri, duduk di motor orang di parkiran, berdiri lagi sampai bolak-balik warung kopi (habis dua es kopi plus es teh poci), nomor saya nggak dipanggil juga. Padahal waktu itu waktu sudah hampir mendekati jam dua belas. Dan nggak lama, adzan pun berkumandang.

mendadak sepi karena disela jam istirahat
Untuk mendinginkan kepala dan suasana yang siang itu teriknya masyaAlloh, setelah sharing sama mbak-mbak, saya titip minta tolong didengarkan kalau-kalau nomor 219 dipanggil. Alhamdulillah mbak itu mau, dan saya pun langsung jalan ke gedung sebelah karena musholanya ada di sana. Waktu itu pintunya masih dikunci, dan baru dibuka setelah saya selesai.

Nah, pas saya sudah di dalam, sayup-sayup saya dengar 219 dipanggil. Deg banget, agak galau sih tapi ya sudahlah lebih penting laporan dulu, itu masih bisa nanti pikir saya. Dan benar saja, setelah selesai laporan saya menunggu (lagi dan lagi) sampai setengah tiga, nomor saya baru dipanggil.

*Alhamdulillah*

ada delapan loket tapi hanya loket 6&8 saja yang melayani pembayaran denda tilang

Saya lupa beli camilan dan minuman dulu sebelum kesini (yakali sempat mikirin camilan), tapi sekalipun lupa atau nggak sempat nggak usah khawatir karena di sisi kanan loket ada dua warung dan satu mini market yang bisa hampiri begitu lapar dan haus menyapa. Toilet juga ada meski kondisinya cukup mengenaskan. Karena lagi panas, saya pesan es pakai kopi dan langsung habis dalam waktu kurang dari setengah jam. Jam sebelas, antara haus sama ngantuk saya pesan es kopi lagi (kali ini coba di warung yang kedua) dan ternyata harganya lebih mahal seribu.

Biar nggak bosan dan nggak mati kutu kalau nggak bawa apa-apa selain hp yang lobet, makanan dan minuman ringan, buku bacaan, kamu bisa ajak ngobrol sesama pelanggar. Kemarin sih jadi kayak berasa lagi nongkrong di kafe gitu karena babang-babang ojek online asyik ngopi-ngopi sama bapak-bapak yang lain yang saling tukar pengalaman ditilang. Dengarin saja juga seru, kok nambah pengetahuan juga. Siapa tahu pengalamannya serupa sama kita.

Alhamdulillah, nggak begitu lama setelah saya pesan es teh, nomor 219 akhirnya dipanggil. Pakai toa sih, tapi nggak gitu kencang suaranya, itu sebabnya kenapa pelanggar pada berkumpul memenuhi sisi depan, samping kiri kanan loket.

disteples pakai stepler besar (ki-ka) sim-nya
Bergegas, saya langsung menuju loket 8 begitu nomor 219 dipanggil.

"enam puluh satu ribu" kata bapak petugas di dalam loket

Saya kasih pecahan lima puluh, lima ribu (2 lembar) dan seribuan sehingga berjumlah persis yang diminta. Ini memudahkan kita juga karena khawatir mereka tidak siap kembalian (dan ribet kalau lagi ramai), karena ada yang merelakan membayar lebih empat ribu biar cepat selesai.

Alhamdulillah jumlah yang harus saya bayar sesuai dengan hasil sidang putusan PN di web mereka (saya belum membayar ke BRI sampai jumlah denda resminya dirilis di PN dan Kejari).yaitu enam puluh satu ribu.

dari web PN Jaktim
dari web Kejari Jaktim

Apapun, sebelum berkendara kalau tidak mau ditilang, ada baiknya kita menyiapkan segala sesuatunya sebelum jalan. Termasuk pergi yang dekat-dekat, even cuma buat beli makan siang pakailah atribut keselamatan berkendara. Ini penting bukan karena biar nggak kena tilang saja, tapi juga buat keselamatan diri kita sendiri. Kalaupun semua surat sudah lengkap, teknis nggak ada masalah dan masih bisa ditilang juga, doakan saja pp-nya yang baik-baik, karena doa akan kembali kepada pemberi doa.



 


Komentar

  1. Wkwkw.. Kebayang si di jakarta ramainya pasti aduhai. Di situbondo aja gt. Kapan waktu ambil stnk bapak, karena ditilang g pake helm..

    Beberaoa hari lalu aku ditilang. Ahahah. G punya sim... Udah tiga kali ditilang dari zaman masih SMA sampe setua ini. Banyak amannya berarti....

    Jumat besok ke kejaksaan. Antri deh.. G seramai di sana sih.... G kebayang gmn boringnya nunggu dr pagi sampe sore....


    Berarti ini surat tilang kudu difotokopi ya.. Hmm baru tahu. Beklah.. Makasih sharingnya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi, mas. Makasih sudah menyempatkan mampir. Terus gimana kemarin ke kejaksaan?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer