Menjadi Seorang Introvert (Part 1)

Foto: pixabay.com

Belakangan, gue baru sadar kalau bikin konten youtube itu ternyata nggak gampang. Diperlukan banyak usaha buat bikin satu video, yang mungkin menurut kita yang nonton, begini aja videonya? yah, komentar orang memang bisa beragam. Dan gue baru menyadari, kalau kita berkarya atau berhenti berkarya cuma karena komentar orang, rasanya buang2 waktu aja.

Jujur, gue sebenarnya paling nggak nyaman kalau harus bicara di depan banyak orang. Dan mungkin, dengan bikin youtube, gue paling nggak bisa mulai belajar untuk membuka pikiran, bahwa nggak ada yang salah untuk mencoba memperbaiki yang kalau mau dibilang kekurangan gue ini, dengan banyak2 ngomong di depan kamera.

Dan gue belum melakukannya. Well, gue udah pernah coba beberapa kali, dan semuanya berakhir dengan, kayaknya aneh deh. Jadi, gue hapus. Aneh, memang. Tapi, seintrovert itulah gue. Buat orang yang nggak kenal, atau bahkan yang seharusnya tahu gue, keintrovertan gue ini dianggap sebagai sesuatu yang mungkin nggak normal. Karena gue nggak bergaul seperti orang pada umumnya.

Gue sempat berpikiran, apakah mungkin gue perlu membicarakan ini secara serius ke psikolog atau psikiater yang tentu saja langsung gue pikirkan ulang, karena kalian tahu sendiri, harga pergi kesana itu mahalnya nggak ketulungan. Nggak bakal cover buat kantong2 rakyat jelata macam gue.

Yang bisa gue lakukan saat ini gue berusaha untuk nggak mendiagnosa pribadi gue sendiri secara serampangan. Gue nggak pernah sih berusaha nyari tahu apa ada kemungkinan kalau gue "sakit" yang nanti bisa berimbas ke sugesti diri, yang efeknya mungkin bisa jauh lebih buruk.

Setelah gue melihat obrolan raditya dika dengan andovi, chandra liaw, mata gue jadi mulai terbuka, bahwa setiap orang sebenarnya rentan buat kena yang namanya depresi. Dan gue, kadang bingung harus berbuat apa kalau depresi lagi pdkt.

Gue nggak minta untuk dipahami, dimengerti dengan lebih mendalam. Bohong aja kalau gue nggak pengin dapat perhatian, tapi gue cuma pengin kita semua bisa menghargai, mengerti bahwa masing2 manusia lahir dengan keunikannya masing2.

Stempel yang kita berikan, lebih sering pada orang terdekat kita, bisa jadi yang membuat kita melahirkan seorang manusia yang semula unik menjadi makhluk paling mengerikan di muka bumi. Tanpa kita sadari, stempel nakal, bodoh, nggak becus, bego, dan seribu satu kata2 negatif lain yang sudah kita anggap biasa, menempel dan terngiang di kepala anak2 kita. Dan kita, nggak akan pernah tahu kalimat2 negatif itu membawa mereka kemana.

Gue bahagia bisa menemukan akun2 kreatif inspiratif milik Nessi Judge sampai RJL. Terakhir, gue lagi senang ngulik2 video Ewing HD berkat komen salah satu mungkin neror di kolom komentar videonya Nessi. Siapapun itu kamu di luar sana, makasih ya!

Dari Nessi, gue jadi bisa melihat, betapa manusia bisa jauh lebih mengerikan dari setan jika otaknya menjadi rusak, entah itu oleh keluarga terdekatnya atau lingkungan. Yang paling menyedihkan dan tragis, youtuber yang merasa kesepian dan iri sama teman2nnya yang kayaknya hidupnya bahagia, gampang banget buat berteman, punya pacar sementara dia, nggak ada satupun perempuan yang mau mendekati dia.

Youtuber itu berakhir dengan menembak dirinya sendiri setelah menembak beberapa orang yang tinggal di dekat tempat tinggalnya karena mungkin, menurutnya orang2 itu nggak ada yang peduli sama sekali terhadap dirinya, rasa kesepiannya.

Jadi, teman2, mulai dari sekarang, tolong, lebih bijaklah untuk mengeluarkan kata2. Kata2 yang mungkin terdengar ringan, biasa (karena kita membiasakannya) bisa jadi nggak biasa untuk orang lain. Kita harus mulai bisa lebih sensitif, berpikir ulang sebelum mengucapkan kata2 agar tidak ada orang yang kita lukai dengan ucapan kita.

Karena kita, bisa saja berada di tempat orang2 yang tanpa kita sadari tersakiti oleh ucapan2 yang menjadi stempel oleh orang lain.



Komentar

Postingan Populer