Being Judgemental dan Rasanya Dihakimi

Foto: pixabay.com

Di tengah kegalauan apapun yang lagi kamu alami saat ini, ketahuilah, kamu nggak sendiri. Melihat apa yang terjadi di belahan dunia, yang sakit itu manusia, bukan sosial medianya. Yang sakit itu perilaku manusia, yang menuruti kemauan setan untuk menjerumuskan manusia ke neraka jahanam.

Di tengah keadaan gue yang menganggur sudah 4 bulan saat ini, gue harusnya bersyukur karena masih diberi kesehatan. Masih diberi kenikmatan untuk bisa berbakti sama orang tua, walau gue belum bisa lagi bantu mereka sedikit2, seenggaknya, kita yang belum lagi diberi amanah bekerja kembali, bisa membaktikan diri kepada kedua orang tua dan lingkungan kita, serta agama dengan cara2 lain yang kita bisa.

Sebelumnya, gue pernah menganggur selama hampir 2 tahun. Selama menganggur itulah, gue mengenal dunia perblogan, dan gue bersyukur karenanya. Gue jadi mengenal dunia blogger yang ternyata, juga nggak seterang itu meskipun nggak gelap2 banget. Gue jadi bisa kenal blogger kece macam Mbak Astri, Teh Ani, dkk yang sudah membantu blogger lain untuk menemukan career path mereka sebagai full time blogger.

Gue belum sampai kesana, menjadikan blog sebagai ladang penghasilan utama, tapi, gue ingin bisa terus berbagi melalui blog ini walau nggak menghasilkan secara ekonomi. Karena dari awal, bukan itu tujuan gue menulis. Sebenarnya, gue udah lama mutusin buat berhenti nulis. Gue merasa perlu mengambil jarak dengan dunia tulis menulis (khususnya cerpen), karena gue merasa mungkin gue nggak benar2 berbakat di dunia ini. Lagi2 suara2 negatif itu datang tiap kali gue ngalami perasaan nggak enak di hati.

Setiap manusia, punya jalannya masing2. Jangan pernah mencoba untuk membandingkan hidup kita, anak2 kita dengan kehidupan orang lain, anak2 orang lain. Gue kadang suka sedih, ada orang tua yang maksain anaknya buat bisa berprestasi (ranking) di sekolah, sementara orang tuanya semasa sekolah nggak pernah juara. Anak itu bukankah hasil dari kedua orang tuanya? bukankah buah jatuh nggak jauh dari pohonnya?

Kenapa kita, sebelum memberi komentar/opini, berpikir seribu kali, apakah komentar gue ini nanti bisa menyakiti hati, menyinggung orang lain. Karena memang, hati itu harusnya kita sendiri yang mengontrol, tapi justru karena itu, bukankah kita sama sekali nggak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan?

Kalau ada peribahasa sedia payung sebelum hujan, mungkin ini menjadi tepat untuk berpikir seribu kali sebelum memberikan komentar terhadap apapun itu. Berpendapat akan sesuatu boleh dan sah saja, tapi, pastikan kita melihatnya dari segala sisi, kalau bisa berusaha menempatkan diri kita pada orang yang akan kita komentari, it would be good.

Kalau suka sama seseorang, janganlah membela ia matia2an. Pun kalau membenci, bencilah seadanya, ala kadarnya. Kecuali rasa cinta kita kepada baginda Nabi, itu adalah sesuatu yang sudah nggak bisa dipertanyakan, terlebih ini sudah masuk kepada ranah keyakinan yang dilindungi UU. Gue nggak akan membahas hal itu kali ini.

Manusia itu makhluk yang lemah, sangat lemah. Hati anak manusia itu berada diantara jari jemari Alloh SWT. Siapalah kita yang hanya numpang tinggal di bumi milik Alloh yang oleh karenanya, kita sangat tidak pantas mengakui kalau kita ini kuat, berkuasa, dan berhak menguasai segala sesuatu. Jadi pemimpin itu berat, dan setiap dari kita itu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungan jawab di hari perhitungan nanti.

Buat siapapun di luar sana yang saat ini lagi merasa galau, mungkin kesepian, I feel you. Gue sendiri sering banget ngerasa galau dan jadi tambah sering menyendiri semenjak sering banget dapat pertanyaan, kamu kapan nikahnya sih? kok sendiri aja dari dulu? nggak ada apa cowok yang mendekati barang satu pun? ya ampun, mak itu mulut lemes amat, yak?!

Kita semua punya masalah yang bikin kita galau, seremeh apapun menurut orang, bisa jadi justru main issue buat kita. Gue sih dulu jujur baperan banget, dikit2 ngerasa iri kenapa ya teman kantor gue itu lebih sering diperhatiin bos, si ono begini, si itu begitu, sampai akhirnya gue ditampar akan fakta bahwa ya mereka memang berada pada posisi berhak untuk mendapatkannya karena itu sudah bagian dari rezeki yang Alloh takdirkan untuk mereka.

Ngomong kayak gini kedengarannya gampang, serius tapi buat bisa sampai tahap mikir kayak gini aja yang prosesnya bisa jadi berdarah2. Lo pernah nggak sih ngerasa sudah nggak sanggup buat ngapa2in lagi, cuma bisanya rebahan (bukan pengin ya) saking banyaknya hal yang bersliweran di kepala dan hidup lo?

Mungkin ada yang lagi galau, kenapa ya gue masih jomblo sampai di usia yang sekarang ini? sama, itu gue juga alami saat ini. Mungkin ada sebagian dari kita yang bilang kalau nikah di usia tertentu, khususnya buat perempuan itu telat banget. Namun, ketahuilah, bahwa nggak ada yang telah di kamusnya Alloh.

Biar nggak baper, kita pake hitungan atau kamusnya Alloh aja deh. Karena hitungan manusia itu nggak akurat, cuma sebatas prediksi, dan manusia itu nggak punya andil apa2 terhadap kehidupan kita. Maksud gue, kalau Alloh nggak mengizinkan, mau manusia itu sejulid apapun sama hidup lo, kalau Alloh nggak menginginkan kejulidan itu berefek atau berdampak pada hidup lo, ya nggak akan pernah terjadi.

Tapi, kita juga diberi pilihan oleh Alloh, untuk menjadi orang yang julid tersebut atau menjadi orang yang berusaha untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Karena namanya manusia, kita nggak akan pernah lepas dari yang namanya berbuat dosa. Nggak ada manusia yang sempurna. Jadi, berhentilah untuk terus berusaha menjadi orang yang sempurna, entah itu di kehidupan nyata atau sosial media.

Kenapa gue suka sama vlognya Radit akhir2 ini, atau Nessie, atau Radifan, atau Dovi, atau banyak lagi karena mereka berusaha untuk jadi diri mereka sendiri. Kita nggak perlu selalu menuruti perkataan netijen yang budiman, karena memang netijen bisa apa kalau di belakang kita mengalami sesuatu? bayari cicilan kita juga nggak, kan?

Jadi, stop baperan sama omongan orang. Ini berlaku buat diri gue sendiri juga. Kita semua pasti pernah berada di the lowest moment of our life. Yang terpenting bukan gimana kita jatuh, tapi bagaimana kita mengatasi/berusaha untuk bangkit dari kejatuhan tersebut.

Kedengaran dewa banget? ya terserah situ, sih. Kalian berhak punya pendapat masing2. Kalian berhak untuk bilang A,B,C,D tapi pastikan aja, itu kalian simpan buat diri kalian sendiri. Berpendapat boleh, but make sure, kita jangan pernah punya jiwa judgemental karena dihakimi itu rasanya benar2 nggak enak. Dan kalau kita nggak mau mendapatkan hal yang serupa, make sure we don't do such things.














Komentar

Postingan Populer