watch your mind

setahun sudah apa yang saya pikirkan kala itu, terjadi. ya. menganggur. kedengarannya memang sedikit memalukan, terlebih bagi mereka yang telah menempuh pendidikan hingga bangku kuliah mengalami masa paceklik seperti ini. malukah saya? entahlah. mungkin, pernah di suatu masa saya merasa malu seperti apa yang dirasakan orangtua tentang kondisi saya lainnya saat ini, masih sendiri di usia 30-an. kamu mau bilang memang apa yang harus dimalukan dengan menjadi sendiri? bukankah selama kita merasa bahagia, dan baik-baik saja itu sudah merupakan karunia dan anugerah yang luar biasa yang Tuhan berikan?

sayang, kadang, kita masih mengukur, melihat kebahagiaan, kesuksesan dari yang terlihat semata. segala sesuatu dihitung dari materi, materialistis, dan pandangan orang lain terhadap kondisi kita. padahal, siapa perempuan yang mau hidup sendiri sampai di usia yang katanya sulit dan rawan untuk memiliki anak. padahal, siapalah kita, walau secara kedokteran mungkin ada hitungannya sendiri, namun, bukankah Alloh maha memiliki kehendak? bukan tidak mungkin, perempuan bisa hamil, melahirkan bayi yang sehat meski usianya sudah memasuki 40 atau 50-an. semua itu mudah jika Alloh menginginkannya terjadi. kun faya kun.

dan kemarin, kun faya kun, pikiran yang pernah terlintas di kepala betul-betul terjadi. setelah kurang lebih 2 tahun tragedi kecelakaan, Alloh menegur saya dengan menghilangkan gigi palsu yang selama ini menopang penampilan saya agar tetap dipandang menarik oleh mata makhluk. meski kondisi saya yang sekarang ini tetap dianggap cacat oleh seseorang, atau mungkin beberapa orang. sedihkah saya? sedih, tentu. kecewakah saya? tentu. namun, apa dengan terus bersedih, kecewa pada manusia segalanya akan kembali seperti semula? membawa saya pada masa-masa kejayaan masa lalu?

sungguh. sejujurnya, saya merasa malu karena diri ini begitu tidak bersyukur dengan pemberian yang selama ini Alloh titipkan. entah bagaimana, saya sempat merasa lelah terus menerus memakai gigi palsu yang seharusnya saya rawat dengan baik karena tidak murah mendapatkannya. dan kemarin malam, setelah saya pulang dari mengunjungi seorang teman di kantornya yang mewah, gigi itu akhirnya kembali pada yang menitipkan.

sudah gigi asli hilang, sekarang yang palsu pun pergi meninggalkan saya. padahal, kemarin pagi hingga petang, saya masih tertawa-tawa, seperti bahagia manakala bercerita, bertukar pikiran, dan berdiskusi dengan teman saya itu. dan anehnya, tidak banyak air mata yang keluar saat gigi itu raib entah kemana. mungkin, hati saya sudah menjadi keras sehingga semakin sulit menangis.

dalam hati menjerit, gigi itu tidak murah, dan berhasil didapat dengan kumpulan uang dari teman-teman yang berbaik hati menjenguk saat saya dirawat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu. dan sekarang, mungkin sudah waktunya saya mengucapkan selamat tinggal pada gigi yang selama ini saya anggap sangat berharga namun sebenarnya tidak saya perlakukan dengan begitu baik. semoga Alloh memaafkan segala kealphaan saya selama ini atas segala perlakuan saya pada gigi palsu tersebut.  

  

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer