Kota Seribu Kenangan






Begini. Sebetulnya saya tidak tahu masih bisa mengingat perjalanan ke Bantul, Jogja atau tidak mengingat sudah cukup lama perginya, tahun 2012 yang lalu. Saya ingat betul waktu itu saya diajak teman kantor untuk get away di saat yang lain sudah kembali beraktivitas. Kalau tidak salah waktu itu setelah liburan cukup panjang, entah dalam rangka apa, Lina (sebut saja begitu namanya) tiba-tiba ngajak saya ke Jogja.

Lina bilang dia punya teman di Jogja, Bantul lebih tepatnya dan tentu saja kami bisa main ke Jogja sekalian silaturahim ke rumah teman saya itu yang di luar dugaan menyambut kami dengan sangat baik. Dari sini saja saya bisa langsung merasakan keramahan khas orang Jogja yang tidak pernah tebang pilih berbuat kebaikan.

Dada saya berbuncah-buncah waktu rencana kami ke Jogja tinggal menghitung hari dan surprised juga karena jadi pergi karena memang kami tidak merencanakannya jauh-jauh hari. Biasanya justru yang direncanakan terlalu lama berakhir dengan kata diundur, atau bahkan batal sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.

Kami memesan tiket kereta ekonomi ke Jogja via stasiun pasar Senen. Kami memilih jam malam biar sampai di Jogja pagi hari dan bisa beristirahat sebentar sebelum mulai eksplor kota Bantul yang pernah diuji gempa bumi cukup besar tahun 2006 lalu. Rumah teman saya ini pun terkena imbasnya dan harus merelakan rumahnya rusak cukup parah. Sebuah kenangan yang saat diceritakannya sambil lalu pada kami disertai senyuman yang dipenuhi rasa syukur.

Lepas subuh, kami sampai di stasiun Lempuyangan dan melanjutkan perjalanan ke Bantul dengan mobil kijang yang biasa disewakan menuju rumah teman Lina. Perjalanannya menyita waktu lumayan lama, namun saya tidak didera bosan sama sekali karena udara kota Jogja pagi hari sungguh sejuk dan menyegarkan. Hijau dimana-mana dan jauh dari hiruk pikuk seperti di Jakarta. 


Stasiun Lempuyangan waktu kami sampai cukup bersih, sempat shock juga karena biasanya kan stasiun kita itu penuh sampah dimana-mana. Tapi sekarang jauh lebih baik meski masih butuh banyak perbaikan juga ke depannya. Sudah lumayanlah kecuali untuk toilet yang masih sering saya temui dalam keadaan berbau kurang sedap dan kotor nggak ketulungan.

Karena kami pergi backpacking, kami memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang cukup familiar di Bantul dan sekitarnya mengingat ini perjalanan pertama saya ke Bantul. Mengefektifkan budget. Karena tempat menginap dan makan sudah tercover, sisa budget yang ada kami gunakan untuk melihat-lihat candi, kulineran, dan tentu saja beli oleh-oleh. Haha. Yang terakhir yang paling penting, yes.

Bantul itu asri banget. Rumah teman saya saja depannya masih sawah-sawah gitu yang hijaunya bikin mata merem melek. Anginnya semriwing, dan meski udaranya cukup dingin di pagi hari nggak lantas bikin saya narik selimut dan ngebatalin rencana eksplor Bantul.

Sarapan pagi yang disediain tuan rumah  juga ngangenin abis, jajanan pasar gitu yang beberapa diantaranya cuma ada di Jogja dan nggak bisa ditemuin di Jakarta. Wangi teh manisnya masih berasa hingga kini, yang gulanya itu bukan gula pasir tapi gula batu yang gedenya segede-gede gaban.



Karena disana cuma 3 hari, satu hari kami habiskan jalan-jalan di Bantul dan satu hari ngitemin kulit dengan berjemur di pantai bareng teman-teman kantor dulu. Kalau di Bantul yang jadi guide itu temannya Lina, pas ke pantai-pantai diambil alih mbak Selly sama Nenden dkk.

Cerita dan foto-foto yang di pantai nanti ya di episode berikutnya insyaAlloh. Yang pasti sehari di Bantul memang nggak cukup, tapi juga nggak mustahil eksplor beberapa tempat yang masih segaris arahnya. Biar efektif, waktu itu kami pakai motor buat jalan ke candi-candi, Imogiri, Tamansari, Tugu, sampai jajan murah meriah di Raminten yang fenomenal abis.

Selfie? sudah pasti, dong. Sudah ketahuan juga kan beberapa diantaranya diatas. Walau ini traveling yang pertama bareng Lina, alhamdulillah kami akur-akur saja sepanjang perjalanan PP Jakarta-Jogja, Jogja-Jakarta. 

Dan soal Jogja yang masih beraroma mistis entah bagaimana berasa juga waktu dibilang sama temannya Lina ada satu pohon di sekitar Imogiri yang nggak boleh difoto, dan memang kita nggak minat foto di pohon itu juga sih secara auranya berasa nggak enak gitu. Pohonnya besar dan sepertinya umurnya sudah tua juga kalau dilihat dari bentuknya.

Serunya pergi di tanggal itu beberapa tempat wisata nggak begitu padat seperti di Candi Prambanan dan lainnya. Candi Mokonya sepi abis, dan sempat kepikiran buat foto after wedding gitu di sana tapi kemudian mikir lagi nggak ada yang bisa diajak foto satu frame.


Sayang, karena waktu dan budget yang terbatas, goa pindul nggak sempat terjamah juga beberapa tempat lainnya. Penginnya sih nyobain ke tempat-tempat yang belum banyak dikunjungi gitu, anti mainstream. Jogja memang selalu bikin pengin balik dan balik lagi, keindahan alamnya, keramahan orang-orangnya, dan peninggalan-peninggalan sejarah yang masih tersisa bikin mata ini terbuka bahwa Indonesia itu begitu indah. Dan ini baru Jogja, belum yang lainnya.

Ngabisin waktu nunggu antrian di Raminten dengan apalagi kalau bukan mengabadikan momen
Iya. Kita juga kemakan sama mitos ini. Kelihatan banget ngarepnya pulang dari Jogja langsung dapat belahan hati xD


 


Komentar

  1. Bantul juga kota kenangan bagiku karena nenek moyangku berasal dari bantul

    BalasHapus
    Balasan
    1. khas kota kenangan ya bantul ini. terima kasih sudah mampir mbak tira soekardi.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer