Liburan (hemat) ke JungleLand

Finding travel mate (a good one) is a matter when you want a meaningful traveling, at least once in your life. It does not really matter when you wish to be alone in your journey. Everyone of us is a traveler yet a travel mate. Whatever it is, be a good one.
Sudah hampir satu bulan sejak saya mengambil hadiah voucher JungleLand dari Radio UFM. Voucher itu, entah bagaimana tetap tersimpan rapih, bahkan sejak beberapa hari yang lalu di dalam map bersama kertas dan dokumen-dokumen penting lain di dalam kamar. Dan setelah mencoba mengajak seorang teman, lalu teman yang lain yang ternyata keduanya tidak cocok waktunya, Kamis lalu ternyata saya malah pergi dengan seorang teman yang saat ini tinggal jauh di Pekalongan sana.

Firly nama teman baik saya itu. Saya mengenalnya sudah cukup lama, belum 10 tahun, namun saya merasa cocok ketika bepergian baik dekat maupun jauh bersamanya. Dia perempuan yang bukan hanya baik, dan cantik tentu saja, meskipun ia tidak pernah percaya kalau saya mengatakan hal ini (semua perempuan cantik dan diciptakan sempurna oleh Alloh SWT), tapi juga cerdas dan terkadang rapuh. Yang terakhir saya kira wajar karena kita memang diciptakan untuk tidak selalu kuat dan bahagia.

Dan begitulah takdir, kadang kita berencana, namun Alloh pun punya rencana yang tiada sesiapa pun dapat menunda atau mempercepatnya jika ia sudah berkehendak atas segala sesuatu. Jujur, pada awalnya saya pesimis untuk mengajak Firly, tapi, tiba-tiba, momennya terasa pas untuk mengajaknya rehat sejenak dari aktifitas mengajarnya yang padat di Pekalongan sana.

Begitu saja, saya tanpa ekspektasi apa pun menghubungi dan memberitahukannya perihal tiket JungleLand yang masih tersimpan begitu saja di dalam map. Tiketnya memang hanya 2, dan oleh karenanya saya tidak kesulitan menentukan siapa yang akan saya ajak ke sana mengingat saya hanya punya beberapa teman saja yang menurut saya a good travel mate (saya kira kalian tahu siapa).

Qodarulloh wama syaa fa’al, Firly berkenan karena memang sudah masuk waktu liburan (yang cukup panjang) meski ia masih punya jadwal privat namun alhamdulillah bisa diatur waktunya. Saya cukup kagum akan keberanian Firly jalan sendiri. Menggunakan bus pula karena jika saya berada di posisinya saya tidak yakin saya sanggup melakukan perjalanan sendirian, dengan bus pula (lain halnya dengan kereta atau pesawat).

Sampai di Jakarta sekitar pukul 4 pagi, Firly pun menghubungi saya selepas subuh dan menanyakan apakah saya dapat menjemputnya di depan komplek yang tentu saja saya iyakan. Ia sampai sekitar dua jam kemudian dan saya masih sedikit sibuk dengan kegiatan pagi. Saya pun kemudian bergegas menjemputnya setelah mengurus beberapa hal, dan menemukan ia berdiri mojok di depan toko yang tentu saja masih tutup. Wajahnya terlihat lega begitu melihat saya datang bersama motor yang kerap menemani perjalanan saya.

Karena hari masih terlalu pagi dan saya kira ia belum sarapan, saya pun mengajaknya makan lontong sayur Padang, yang ternyata porsinya terlalu besar untuknya. Setelah sarapan, kami pun bersegera ke rumah saya karena saya yakin ia sangat lelah dan butuh bersih-bersih setelah semalam suntuk duduk di dalam bus.

Sekitar pukul 9 kurang, setelah dirasa siap kami pun pamit pergi kepada ibu saya, dan terpaksa kembali karena ternyata tiket yang paling penting dari perjalanan kami hari itu belum saya bawa (masih setia di dalam map). Saya memang pelupa, dan bersyukur perjalanan kami belum terlalu jauh karena saya memutuskan membawa motor dan memarkirnya di stasiun terdekat untuk kemudian melanjutkan dengan kereta api.

Ini menjadi perjalanan Firly yang pertama ke JungleLand, sementara bagi saya ini yang kedua setelah sebelumnya ke sini dalam rangka tugas kantor. Awalnya, saya sempat memunculkan ide untuk menggunakan motor PP Jakarta-Sentul yang ternyata setelah dipikir-pikir ide yang cukup gila mengingat perjalanan ke Bogor itu bukan perjalanan jarak dekat. Membayangkan jauhnya saja saya jadi malas, apalagi Firly yang rencananya akan menyetir bergantian juga pasti tak cukup fit untuk membawa kendaraan.

Jadilah, kami, dengan modal nekat (pengetahuan ala kadarnya) memutuskan ngeteng yang tidak kami sesali. Ternyata rasanya menyenangkan bisa kembali menggunakan kereta ke Bogor karena perjalanan ke sana dari stasiun Pondok Kopi memakan waktu cukup lama, sekitar 40-60 menit. Naik kereta saja sudah terasa seperti refreshing buat saya.


Ditambah kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan bus yang entah. Yang kami tahu, kami yakin dan optimis akan sampai meski pada awalnya sempat ciut karena belum sampai di stasiun transit (Manggarai) kami sudah disambut rintik hujan yang tak lama turun dengan derasnya.  Saya sudah hampir pasrah tidak bisa ke sana hari ini, dan terus berdoa dalam hati jika memang ini yang terbaik maka mudahkanlah bagi saya untuk menerimanya.

Dan ternyata, tak lama hujan berhenti sehingga kami kegirangan dan langsung bergegas menuju peron dimana kereta Bogor sebentar lagi akan tiba. Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 10.30 dan kereta Bogor pun tiba dalam hitungan menit setelahnya. Kami pun naik dengan penumpang lain yang hari itu cukup ramai (bahkan sejak di stasiun Pondok Kopi).

Karena perjalanan cukup jauh, kami pun ngobrol-ngobrol tentang berbagai hal (yang kebanyakkan itu-itu saja temanya) dengan keadaan ia duduk dan saya berdiri dengan barang-barang belanjaan milik penumpang lain di kanan dan kiri kaki saya. Saya berusaha untuk menikmatinya meskipun lelah juga berdiri sampai stasiun tujuan, dan pada akhirnya Firly tertidur dan saya pun kemudian berusaha untuk tidak melakukan hal yang sama sekalipun ingin.

Perjalanan menuju Bogor terasa lama dan panjang bagi saya yang berdiri, dan saya menarik napas lega ketika kereta akhirnya menginjak stasiun Bogor sekitar pukul 11.20. Tak tahunya, di stasiun Bogor keadaan padat merayap. Fyuh, kata Firly kita seperti sedang mengantri di salah satu wahana di sana, ya. Haha. Saya mengangguk, mengiyakan dan kami mengantri dengan sabar untuk bisa keluar stasiun dengan selamat.

Sebelum keluar, kami berbagi tugas, saya ke toilet dan Firly saya minta bertanya pada petugas stasiun tentang kendaraan menuju Botani/Halte Trans Pakuan. Kenapa harus ke sana tujuannya, karena begitulah yang saya baca dari beberapa blog tentang bagaimana mencapai JungleLand dengan angkutan umum.

Dan benar saja, setelah membaca dan kembali bertanya di stasiun, kami segera mencari angkot 03 (mikrolet warna hijau) dengan jurusan Bubulak (kami membayar 4 ribu waktu pergi) dan minta diturunkan di Botani/Halte Trans Pakuan. Ternyata, kelak ada rute yang jauh lebih ramah lingkungan karena jalur yang pertama, kami masih harus berjalan kaki lumayan jauh sebelum mencapai Trans Pakuan (tiket 6 ribu/orang) untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Mall Bellanova.

Masing-masing perjalanan memakan waktu sekitar 15-20 menit dengan kondisi lalin lumayan lancar, dan setibanya di Mall Bellanova, waktu sudah menunjukkan pukul 12 dan Firly kembali saya minta untuk bertanya benarkah ada free shuttle menuju JungleLand kepada sekuriti Mall, yang dijawabnya ada. Kami duduk di bangku depan mall selama sekitar 10-15 menit, dan langsung berlari menuju mobil begitu diberitahukan sekuriti tadi kalau shuttle JungleLand sudah datang.


Kami melonjak kegirangan, dan langsung masuk dan duduk di mobil setelah bertanya kepada seorang lelaki yang sedang duduk santai di bangku penumpang di depan bisakah kami naik mobil itu untuk ke JungleLand. Kami menunggu cukup lama, menunggu mobil penuh kalau kata bapak yang ternyata adalah sopir shuttle bus itu yang pada akhirnya hanya terisi 4 orang saja (2 lainnya karyawan kantor JungleLand).

Karena bukan karyawan, oleh sopir kami diturunkan di parkiran mobil dan kami pun lanjut jalan menuju ikon JungleLand dengan bola dunianya yang termasyhur. Firly tentu saja minta difotokan di sana dan di dalam framenya ternyata tertangkap beberapa orang lain yang juga sedang melakukan hal yang sama. Foto-foto.

Setelah puas foto, kami melanjutkan perjalanan ke dalam JungleLand yang masih lumayan jauh ternyata sebelum sampai di pintu masuk/loket tiket. Perjalanan menuju ke dalam cukup terhibur dengan adanya para penjual makanan, souvenir, dan kawan-kawannya di sepanjang kiri dan kanan jalan yang cukup padat dan menggoda. Haha.

Saya dan Firly sempat bergumul apakah perlu beli minum dulu untuk persiapan di dalam mengingat harga minuman di dalam pasti lebih mahal untuk ukuran kantong saya, yang akhirnya diputuskan nanti saja karena kami takut waktu eksplor menjadi berkurang.

Petualangan pun Dimulai
Kenyataannya, setelah sampai di dalam kami tak banyak menaiki wahana karena salah pasang strategi. Setelah naik wahana yang ringan sebagai pembuka (kincir), mata kami berdua entah mengapa langsung tertumbuk pada sebuah wahana yang menurut pandangan kami sebagai penonton cukup seru dan menantang.

Setelah melihat ekspresi yang sudah naik saat itu, kami pun berkeyakinan kami bisa naik wahana itu, yang kelak rasa-rasanya disesali Firly karena setelahnya ia menjadi mual dan muntah karenanya. Sepertinya ini dikarenakan perut kami yang kosong (tidak terisi dengan baik) ditambah menaiki wahana ini di awal waktu. Ada baiknya mungkin kami melakukan pemanasan dulu dengan naik wahana yang ringan-ringan sebelum kemudian lanjut dengan yang jauh lebih ekstrem.

You don't wanna ride this one. Trust me!
Melihat Firly yang sudah pucat dan lemas, saya jadi enggan untuk melanjutkan, namun rasanya juga sayang melewatkan liburan di sana dengan begitu saja. Setelah berdiskusi sedikit, kami pun memutuskan melanjutkan petualangan setelah jeda salat dan minum (saya sempat makan sementara Firly hanya memesan teh manis hangat).

Karena tak mungkin lagi melanjutkan naik wahana ekstrem pikir saya, kami pun kemudian memutar-mutar sambil sesekali foto-foto di spot yang menurut kami bagus sambil melihat-lihat wahana apa yang sekiranya aman untuk kami naiki dengan kondisi sekarang ini.


Pilihan pun kemudian jatuh pada wafe swinger (saya sendiri yang naik), dan hounted house yang sempat ragu kami masuki karena kondisi tempatnya yang minim pencahayaan. Kami baru berani masuk setelah ada pengunjung lain yang juga awalnya ragu, dan akhirnya beramai-ramai masuk agar rasa takutnya bisa dibagi-bagi. Haha. Bagaimana rasanya setelah di dalam? well, kamu harus merasakannya sendiri karena sensasinya berbeda untuk setiap orang.

Keluar dari sana, hari sudah cukup sore. Matahari sudah tak tampak, dan langit perlahan menjadi kelabu menandakan kami harus segera bergegas pulang jika tidak ingin kemalaman di jalan. Lagipula, shuttle juga hanya tersedia sampai jam 6 sore saja, meski hari itu spesial wahana di Karnival operasi sampai jam 9 malam. Hounted house pun menjadi penutup wahana yang kami masuki selama petualangan 3 jam di JungleLand hari itu.


Liburan kemarin, kalian kemana, gaes? 
   











 

Komentar

  1. Waaa, mau juga ke Jungleland. Kayanya seru banget :) Aku liburan kemana? Ke rumah Tante dan main sama anjing-anjingnya, hihihi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru, mbak. Meski hanya naik beberapa wahana, tapi puas :) liburan ke rumah tante? Hmm pasti menyenangkan, ya?
      Makasih sudah menyempatkan mampir,ya.

      Hapus
  2. Tapi di sana panas katanya kak :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Alhamdulillah pas kami kesana cuaca bersahabat. Sedia payung untuk perjalanan menuju satu wahana ke wahana lainnya karena jaraknya lumayan jauh.
      Makasih sudah menyempatkan mampir.

      Hapus
  3. iyap betul betul betul mas oky. disana panas suhunya,.. pakai banget lagi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer