Trip Kece Jogja (Part 1)


Sering dengar tidak, komen orang yang sudah pernah ke Jogja, kangen buat nginjekkin kaki lagi ke sana. Hi hi. Ternyata itu tidak sekadar slogan, ya. Karena saya pun mengalaminya. Pengalaman pertama kali ke Jogja itu waktu traveling bareng teman-teman kantor di media yang itu. Iya, yang kontroversi itu. Perginya drama banget lagi he he. Maklumlah, namanya juga traveling eike yang pertama ke kota gudeg.

Jadi, waktu itu yang pergi saya, liza, jule, iki, dan vina. Setelah janjian, disepakatilah bahwa saya dan Jule akan pergi menyusul yang lain berhubung kami baru dapat tiket setelah mereka bertiga. Itu juga liza yang bookingin, sih *ketjup liza*

Nah, drama baru terjadi pas semua sudah ngumpul di stasiun senen, sementara Julian entah lagi terdampar bersama ojek entah di mana. Waktu itu kereta mereka sudah mau jalan, dan setelah pengumuman keluar, terpaksa deh mereka pamit sama saya tanpa Julian di sisi. Mana waktu itu mendung banget lagi. Dan benar saja, tidak lama saya menutup telepon dari Jule, hujan pun turun dengan lebatnya mengguyur Jakarta *cari pohon*

Dengan kondisi ditinggal liza dan yang lain, dan julian yang out of nowhere, galau saya bertambah. Sempat mutusin makan donat dulu di dunkin, tapi urung melihat kondisi kantong yang mesti dihemat-hemat. Kejadian kehabisan uang sebelum tempat tujuan rasanya bukan ide yang bagus terdengar di telinga. At least, for me. Alhamdulillah, setelah bolak balik ke toilet dan pintu masuk kereta bak anak hilang, batang hidung jule akhirnya terlihat *joget-joget di pohon*

Sayangnya, saudarah-saudarah, datangnya jule ini tidak lama setelah kereta kami jas jes jas jes tanpa pandang bulu *inhale exhale* mau bete, gimana, mau kesal, sudah kejadian juga. Waktu kami minta keringanan buat ganti kereta, pihak stasiun tidak menyetujui karena kesalahan murni dari penumpang. Akhirnya, dengan terpaksa, jule membelikan kami tiket, karena kondisi keuangan saya saat itu sangat tidak memungkinkan jika harus membeli tiket baru.

Fiyuh. Ini jadi pengalaman pertama yang tidak terlupakan, meski sudah menari di bawah hujan, ketinggalan kereta pula, kami akhirnya jadi juga melihat kota Jogja untuk pertama kalinya. Sampai di sana, sih pagi gitu, dan berhubung saya dan jule telah melalui malam yang panjang, kami pun ngeteh-ngeteh unyu gitu di warung-warung kecil di stasiun sambil menunggu liza dkk yang entah menunggu dimana.

Tujuan utama kami ke sana waktu itu sebetulnya untuk melihat pelepasan lampion yang rutin diadakan menyambut waisak tiap tahunnya. Namun, hidup bukan hanya menyoal keinginan, tapi menghadapi kenyataan. Setelah menunggu sekian lama, berdesak-desakan dengan ribuan pengunjung lain, langit kemudian menumpahkan air yang membuat kami semua malam itu kocar kacir mencari tempat berteduh. Another rainy. Malam penuh arti itu pun kami lalui dengan ngeriung bersama pengunjung lain di bawah atap sambil makan pop mie. Ini bisa jadi romantis, sih kalau perginya sama (ehem), someone spesial *bhik*

Nah, kalau pengalaman kedua sudah lebih luwes, dong, ya, secara perginya bareng teman kantor juga. Yang ini kita malah khusus bela-belain sampai minta cuti, lho, meski cuti saya sudah tidak terhitung minusnya *sungkem pak t*
semringah menyambut liburan di saat yang lain kerja :D
Kalau yang pertama kami menginap di lokasi yang tidak jauh dari tempat wisata populer, kali ini saya dan lina mendapat kesempatan langka menginap di rumah teman lina yang tinggal di Bantul sejak dulu kala.  Yang menyenangkan dari Jogja selain kotanya, ya keramahan orang-orangnya ini, ya. Sopan-sopan dan gimana, ya, kraton banget gitu, lho, adem kalau disapa atau disenyumin sama warga setempat.

Di salah satu toko di sana, saya beli sendal gitu buat dipakai jalan-jalan biar santai ala-ala backpacker gitu :D dan dilayani dengan ruamah banget sama seorang mbah-mbah sepuh yang fasih menggunakan bahasa wong Jogja. Ela dalah, saya cuma bisa njawab sambil senyam-senyum dan disambut cekakakan teman-teman yang anehnya bukan bantuin ngomong malah cekikikan di sudut toko *lempar kacang* salut deh meski sudah sepuh, si mbah masih semangat jualan *salim penuh takzim sama mbah sepuh*

Di Bantul, kami stay selama 2 malam 3 hari, dan mengunjungi candi Borobudur, Prambanan, dan lainnya yang belum sempat saya datangi di kunjungan pertama. Serunya, saya menyetir motor pinjaman saudara teman, di kota Jogja, lho untuk pertama kalinya *bahagia* itu salah dua kelebihan jalan sama orang asli, kali, ya :D

Ternyata, perjalanan menuju Candi itu lumayan jauh, dan membuat perut kami demo minta diisi. Kami pun kemudian singgah di sebuah rumah makan yang cukup terkenal di Jogja dan sekitarnya. Saya lupa namanya, tapi, waktu kami datang, suasananya memang ramai gitu.  Cukup banyak ternyata yang waktu itu datang, memesan bakso yang menjadi speciality restoran mereka. Hasilnya, setelah kami memesan menu yang sama, menurut saya sih kok rasanya biasa saja, ya. Malah terkesan lebih enak langganan bakso dekat rumah yang selalu ludes sebelum jam 8 malam.  Tapi, minumannya juara. Waktu itu saya memesan es campur atau es teler, ya yang isinya lumayan melimpah.

Setelah perut full, kami pun langsung melanjutkan perjalanan menuju lokasi wisata. Yang pertama kami kunjungi itu Candi-candian.  Wuih, karena lagi peak season, musim liburan, ternyata harga tiket melonjak naik. Meski tidak menyurutkan peminat pengunjung, sih. Termasuk bule luar yang kelihatan antusias banget waktu foto-foto dengan latar belakang Candi kebanggan warga Jogja, dan Indonesia itu.




Selain ke Prambanan dan Borobudur, kami juga menyempatkan diri ke Candi Boko, yang memiliki pohon tua yang sangat besar di depan pintu masuknya. Saya lupa cerita teman saya tentang mitos foto dengan pohon tersebut sebagai latarnya. Kalau tidak salah, jika beruntung, akan ada penampakan dari penghuni pohon tersebut. Entah benar atau tidak, wallahu a'lam bis shawwab.

Jika di kedua candi besar itu suasana sangat padat, lain halnya dengan candi Boko, taman sari dan lainnya yang hanya kedatangan segelintir pengunjung. Mungkin, karena tidak begitu populer sebagai tempat wisata, dan lokasinya yang lumayan terpencil (jalannya mendaki dan cukup jauh dari jalan raya) membuat tempat ini tidak diminati baik wisatawan lokal maupun luar.

Masih di daerah yang sama, kami juga mengunjungi taman makam pahlawan nasional, dan seniman budayawan Giri Sapto yang terletak di Imogiri. Yang bikin kami (saya dan lina) penasaran sih, mbak iin bilang, di sana ada tangga yang berjumlah sebanyak 1000 anak tangga yang jika kita berhasil menyusurinya sambil memanjatkan doa dalam hati, doa itu akan terwujud. Ada yang berminat mencoba? Kalau saya, sih, 1000 anak tangga? bolak balik? *pingsan* ha ha ha (ngibarin bendera putih tinggi-tinggi).

tanjakan cinta


That's all for today. Sudah malam nih, dilanjut lain kali, ya, kak. Ada yang pernah membuktikan kebenaran tanjakan cintakah? atau mungkin, pohon cinta di alun-alun kota Jogja? :D






















































 

Komentar

  1. HuaĆ aaaaaa..... :'(
    Sumpaaah bikin makin kangen jogjaaaahhhhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapan terakhir kesana, mbak?
      jogja mesti gitu, ya..ngangeni :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer