Bermain dan Liburan di Perpustakaan TIM Cikini



Saya sudah tidak ingat, kalau ditanya, dulu, suka ke perpustakaan atau tidak. Kalau ditilik-tilik lagi, saya tuh sebetulnya tidak begitu gemar ke perpustakaan, karena satu, tidak tahu mau ngapain begitu sampai di sana, kedua, karena saya tidak begitu suka baca buku. Hah? Ngaku penulis tapi tidak suka baca buku? Aiiissshhh, keterlaluan ini, mah. Ha ha ha.

Ya, jujur kacang ijo saja, sih *glek* kebiasaan baca memang tidak pernah ditumbuhkan oleh keluarga. Padahal, keluarga megang peranan penting ya, dalam mengarahkan minat dan hobi anak begitu mereka besar nanti. Saya sendiri, seingat saya cuma tahunya kalau saya itu suka banget sama yang namanya olah raga. Tidak literally olah raga banget, ya, tapi saya suka sama beberapa olah raga yang paling sering dilakukan mama saya dulu, yaitu volly dan bulu tangkis.

Sekarang, beliau sudah lebih banyak berkecimpung di bidang per-pkk-an, meski masih diminta mengurusi seputar perolahragaan. Misalnya saja tiap agustusan, mama saya jarang tidak sibuk, mesti sibuk he he secara beliau paling sering diminta jadi juri di hampir setiap lomba. Kalau lagi tidak ngejuri, biasanya ikutan jadi peserta dan sesudahnya disirikin sama ibu-ibu RT lain karena berhasil menyabet beragam piala dari beragam cabang olahraga yang diperlombakan. Ha ha ha. You, rock, mam!

Dan, sadar atau tidak, saya merasa jiwa suka olahraga itu menitis di dalam darah, dan kini seakan mendarah daging *halagh*. Beneran, saya malah pernah sampai bolos ngantor cuma gegara mau nonton pertandingan bulu tangkis, waktu itu lagi ada event Axiata Cup kalau tidak salah. Untungnya, lokasinya tidak jauh dari rumah, jadi, begitu tugas ngeliput selesai, saya langsung cus ke Sport Mal Kelapa Gading buat itu tadi. Nonton aa Opick dkk tanding. Hi hi hi.

Nah, kembali ke topik semula, soal ini kayaknya seru kalau kita bahas lain kali, ya *nimbun topik* soal baca dan ke perpustakaan. Emang, baca harus banget, ya ke perpustakaan? Yah, secara harfiah, sih, memang itu tujuan dibuat perpustakaan. Kalau bukan buat baca, terus buat apa, dong? Kalau sekarang-sekarang, sih, saya semakin sering menemukan orang ke perpus itu buat buka gadget, buka laptop (entah itu nge-games, atau yang lainnya), nonton, atau malah ngobrol sama teman. Cekakak cekikik gitu tanpa meduliin betapa saya, butuh konsentrasi meratapi huruf demi huruf yang sedang saya pegang *sok serius*


Sebagai orang yang pendiam dan introvert, saya tipe yang paling suka suasana yang tenang. Apalagi untuk membaca, atau menulis. Buat saya, tempat yang hening itu sama pentingnya dengan memiliki sebuah ide atau topik sebelum memulai menulis. Meski tak jarang, saya suka random, membuka laptop, merasa pengin menulis atau sudah tahu mau menulis apa (di kepala sudah banyak yang minta dikeluarkan), dan berakhir dengan tidak tahu mau menulis apa. The paper still blank even time was already past hours later *sigh*

Ajaibnya, setelah saya resmi tidak ngantor sejak akhir tahun lalu, saya seakan jadi punya banyak waktu untuk pergi ke perpustakaan. Waktu ngantor di tenabang dulu, saya pernah sesekali mampir ke perpusnas di Medan Merdeka yang koleksi bukunya lumayan lengkap. Namun, kedatangan saya kesana lebih sering berakhir dengan menatapi laptop, atau buka hape setelah tahu kalau sinyal wifi di sana ternyata cukup kencang :D

Dilematis banget, memang. Di satu sisi, saya sudah bawa entah berapa buku, berharap setelah ditenteng, berharap dibaca minimal beberapa halaman, ini malah nihil, nol besar. Yang ada saya malah kembali berkeliling, dan end up with reading magazines. Klise banget, kan? Itulah sebabnya mengapa kemampuan menulis saya masih segitu-gitunya, karena keengganan saya membuka jendela dunia *take a deep deep breath*

Dan sekarang, beberapa bulan belakang, setelah menemukan perpus kece di TIM yang belum lama dibuka oleh pemda, saya jadi punya semangat untuk kembali meramaikan perpustakaan.  Next time saya share foto-fotonya, ya, karena kemarin itu belum sempat disimpan di laptop sehingga terpaksa saya hapus demi kepentingan foto-foto lain yang jauh lebih penting sifatnya *yeah*


Jadi, perpusda yang berlokasi persis di samping Planetarium ini benar-benar terobosan yang oke punya, karena menggabungkan konsep perpustakaan dengan taman bermain. Kids friendly banget, karena di lantai 2 which is khusus buat bacaan anak, itu mereka juga menyediakan satu ruangan gede pake banget buat anak-anak bermain. Isinya ada permainan macam outdoor gitu, kayak jembatan gantung, yang ujungnya ada perosotan, mandi bola, dan sebagainya. Terus ada juga mobil-mobilan kecil dan yang agak besar, yang bisa banget jadi rebutan, terlebih kalau pengunjung membludak.


Dan di samping ruangan itu terdapat pojok mini buat permainan yang membantu saraf motorik anak, seperti puzzle, dan lainnya. Rata-rata, sih terbuat dari kayu gitu, gamesnya. Buat ibu-ibu yang butuh games edukatif, mungkin bisa nyoba datang ke sini sama buah hati tercintanya. Dan, kalau tiap hari Jum'at itu, kalau saya tidak salah, kakak-kakak perpus di sana akan membacakan sebuah dongeng untuk anak-anak. Kadang, cara bacanya bikin ngantuk, sih, tapi, anak-anak tetap antusias menyimak sampai cerita selesai dibacakan.

Perpustakaan TIM terbagi menjadi 3 lantai, dimana lantai 1 koleksi untuk umum cenderung remaja-dewasa, ada juga koleksi bahan rujukan di sisi pojok kanan ruangan, sementara lantai 3 itu bacaan remaja-dewasa, berupa novel, majalah, sampai koran. Lumayan komplit karena koran-koran edisi sebelumnya kadang juga tersedia di sana. Oh ya, di lantai 1 juga ada rak khusus yang memajang buku-buku braille, lho. Belum sempat buka-buka, sih. Buat yang sudah lihat-lihat koleksi braille di sini, mungkin bisa sharing koleksi braille apa saja yang disediakan perpus ini. Makasih, yaa sharingnya :)

koleksi buku braille di lantai 1
Dan untuk koneksi internet, sampai saat ini sih belum tersambung di komputer yang tersedia di lantai 1. Terakhir ke sana, pas saya tanya ke mbak petugasnya, bilang sampai saat ini belum diketahui kapan koneksi internet akan tersambung. Komputernya sendiri sudah tersedia di dekat meja petugas di dekat mushola. Ada sekitar 5-6 meja dengan komputernya. Mbak yang saya lupa tanya namanya ini pun dengan baik hati menyarankan saya untuk menulis saran mengenai hal ini kepada pihak yang terkait. Saya pun kemudian diberikan selembar kertas, yang di bawahnya juga terdapat kolom untuk kita menuliskan buku-buku apa saja yang menurut kita perlu dimiliki perpustakaan Cikini.

Untuk mushola, walau agak kecil, tapi tempatnya cukup bersih dan rapi. Muat sekitar 3-4 shaf, untuk laki-laki dan perempuan. Kalau agak mepet mungkin bisa sampai 5-6 he he. Yang perlu ditambah mungkin tempat wudhunya, ya karena sejauh ini tempat wudhu yang digabung dengan toilet hanya ada 1 keran di luar. Semoga ke depannya bisa dibuatkan tempat khusus, atau minimal ditambah kerannya biar tidak terlalu antri bagi pengunjung yang ingin beribadah.  

Beberapa koleksi di rak-rak buku di lantai 1
Berhubung saya lagi free saat ini, saya pun kemudian memutuskan untuk bikin kartu anggota, which is free, tidak pakai lama, dan dilayani dengan ramah oleh para petugasnya yang siap membantu anda kapan saja. Saya bahkan dilayani (dibantuin mencet) ketika memulangkan buku, oleh seorang mas-mas muda, brownies gitu *bhik* yang langsung menyambangi begitu melihat saya agak sedikit kebingungan (gaptek) dengan mesin peminjaman dan pemulangan buku yang terlihat seperti atm.

Oh. Ternyata, ke perpustakaan bisa semenyenangkan dan senyaman ini. Sudah dapat membaca buku-buku berkualitas dengan gratis, nyaman, ditambah petugas perpus di TIM yang siap memberikan bantuan kapan pun kita membutuhkan mereka. Semoga, pemda bisa terus menambah koleksi buku, dan segera memenuhi rak-rak yang masih kosong, ya. Dan, terus membuat terobosan-terobosan menarik agar warga Jakarta, minimal yang berada dekat dengan daerah Cikini dan sekitarnya tertarik untuk berkunjung ke sana.

Traveling is a journey. While reading are consider both, travel and journey.






















 













Komentar

Postingan Populer