19,4 Juta Penduduk Indonesia Masih Kelaparan, Masih Mau Buang-buang Makanan?

Sebagai seseorang yang nggak lagi bekerja untuk sebuah institusi, saya baru sadar kalau ternyata nggak mempunyai pekerjaan itu nggak enak. Baru dengan kondisi inilah mata saya terbuka, bahwa, cari uang itu nggak mudah. Terlebih dengan isu makin maraknya perusahaan yang mem-PHK karyawannya secara sepihak. Kenapa sepihak? tentu saja karena nggak akan ada karyawan yang mau di-PHK sehingga terkesan keputusan tersebut berat sebelah.

Belum lagi persoalan itu reda, MEA sudah menggempur negara yang sudah kadung carut marut dengan berbagai persoalan lain, semisal korupsi, banjir, macet, pembangunan mal yang seakan nggak terhenti, tingkah pejabat yang makin nggak keruan, dan kisruh atau skandal lain yang sungguh akan panjang dijabarkan satu-satu.

Saya pernah bekerja di ICW (meski sangat sebentar) dan merasa miris begitu mendengar jawaban yang hampir semuanya bernada pesimis tentang bisakah Indonesia bebas dari korupsi dari orang-orang yang saya temui di salah satu pusat perbelanjaan. Indonesia, dengan begitu banyak potensi alam dan sumber daya manusianya seharusnya bisa memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat yang sayangnya nggak dikerjakan dengan serius oleh pemerintah.

Dengan kondisi pejabat yang saling tuding dan hobi tengkar di dalam gedung dewan yang wah dan nyaman di Senayan sana, apa yang bisa kita harapkan? bagi teman-teman yang sudah pernah kesana, pasti tahulah seperti apa fasilitas yang anggota dewan dapatkan dengan hanya duduk manis di atas kursi singgasananya. Saya pernah datang meliput, dan masuk ke sebuah ruangan yang sudah selesai dipakai rapat oleh, entah komisi berapa saya lupa dan menemukan masih banyak makanan (kue) yang tersisa di dalam box kue.

Saya nggak tahu, ya saat dirapikan oleh petugas kebersihan sisa-sisa kue itu akan dikemanakan, tapi saya sempat menyesal kala itu nggak membawa kue-kue itu bersama saya. Saya sempat berharap petugas kebersihan melakukan hal yang serupa karena sungguh mubazir rasanya jika kue-kue itu harus masuk ke dalam tempat sampah. Meski mungkin, setelah itu masih ada kaum papa yang mengais tempat sampah hanya untuk bisa sekadar menyumpal perutnya yang perih karena kelaparan.

Tingkah pola yang serupa juga pernah saya temui di acara-acara yang mengundang media dan blogger. Perilaku yang penting ambil (banyak) dulu persoalan habis atau nggaknya kita pikirkan kemudian betul-betul sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Seorang teman bahkan sampai membuat status (dan tentu saja mengambil gambar) tentang betapa sayang makanan yang menggunung di atas piring disisakan begitu saja, padahal mungkin saja makanan itu nggak sepenuhnya disentuh.

Saya nggak menyalahkan atau merasa bagaimana dengan mereka yang mengambil makanan sepiring mentung, namun, persoalannya apakah ia sanggup menghabiskannya? memikirkan bahwa masih banyak orang kelaparan di luar sana, bukankah lebih baik jika kita mengambil sedikit untuk kemudian nambah, atau jika kelebihan membungkusnya untuk kemudian kita makan di rumah. Atau bisa saja jika makanan itu masih terbilang layak, kenapa nggak kita berikan pada orang yang menurut kita lebih membutuhkan.

Saya sering seperti itu. Maksud saya, saya sering membungkus makanan yang nggak habis saya makan di tempat. Jika memang makanan itu disediakan untuk kita, mengapa harus ada perasaan malu, toh makanan yang kita bungkus itu adalah makanan yang sudah kita ambil dan mau kita konsumsi, meski akhirnya nggak semuanya bisa masuk ke dalam perut.

Saya pernah punya pengalaman lucu tapi nyata, jadi waktu liputan acara di sebuah bank, seorang teman bilang kalau saya paling cepat bungkus makanan jika ada acara-acara seperti ini. Saya tertawa saja dan kelak waktu acara selesai, kami duduk berdua di bangku yang ada di taman gedung kantor itu. Dia meminta makanan yang saya bungkus itu yang tadinya hendak saya bawa pulang untuk dimakan di rumah, kenyataannya malah habis kami makan berdua. Melihat kondisi itu, bukankah seharusnya ia melakukan hal yang sama, membungkus minimal untuk dirinya? toh makanan yang ada di sana terbilang melimpah dengan kondisi tamu yang tidak seberapa banyak jumlahnya. Bukannya pelit atau gimana, ya, mas. Saya juga nggak masalah jika kelak hal ini jadi bahan omongan di kantor oleh teman-teman lainnya. Yang penting, saya memastikan dulu kalau saya nggak mengambil hak/jatah orang lain. Itu saja.

Saya ini sangat suka makan, apalagi jika itu gratis dan oleh karenanya, sangat sayang jika makanan yang ada di depan mata saya sia-siakan begitu saja. Persoalan etis nggak etis saya kira bukan sesuatu yang harus berpanjang-panjang diperdebatkan. Kalau saya, jelas, makanan yang sudah kadung saya ambil nggak akan saya sisakan, dan tentu saja akan saya bawa pulang (mau dimanapun saya berada) untuk kemudian saya manfaatkan kembali.

Tiap orang mungkin punya alasannya masing-masing soal ini. Namun, tolonglah dipertimbangkan, 19,4 juta penduduk Indonesia di luar sana masih kelaparan. Jika pemerintah seakan abai terhadap masalah ini, marilah kita bergandengan tangan untuk berhenti membuang-buang makanan minimal di atas piring makanan kita sendiri.


  






  

Komentar

Postingan Populer