Pemuda Akhir Zaman

Kalau Pandji tercengang dengan adanya pemuda yang bersentuhan dengan dunia politik sejak masih di bangku sekolah, saya pun kurang lebih senada. Hanya saja, setelah mendengar kiprah pemuda di dalam literatur Islam, rasanya ketercengangan itu tak lagi beralasan.

Sungguh, Islam berjaya sejak dulu karena para pemudanya yang serius mendekatkan diri pada ilmu yang mendekatkannya pada sang Pencipta. Dan fenomena kajian yang banyak dihadiri oleh anak-anak muda sungguh sangat menggembirakan.

Saya tidak tahu bagaimana kalian melihatnya, tapi, dalam kehidupan, kita tidak bisa memisahkan politik dengan agama. Nama-nama pemuda seperti Faldo atau Gamal, mungkin hanya segelintir dari banyaknya pemuda di luar sana yang nuraninya terketuk untuk membawa Indonesia menjadi negara yang jauh lebih baik.

Bangsa ini sudah lelah, kalau tidak mau dibilang muak dengan tingkah para politisi yang terus bermain di keruhnya air. Mengobok-obok peraturan demi kepentingan golongan, membuat hukum hanya untuk dikangkangi, mengoleskan gincu, menaburkan bedak hanya untuk bermain di atas panggung sandiwara.   

Kita semua, saya yakin menginginkan hal yang sama, yaitu Indonesia yang jauh lebih baik, aman dan sejahtera untuk seluruh rakyat Indonesia. Kita mencintai bangsa ini dengan cara kita sendiri. Saking cintanya, kita pastilah tidak rela kalau bangsa ini dipecah belah. Isu-isu intoleransi, entah bagaimana selalu disematkan pada Islam yang sama sekali tidak pernah mengajarkan kekerasan, teror atau isu-isu keji lainnya. 

Saya kira, saya pernah cerita kalau saya punya teman orang China waktu di kampus dulu. Kami saling menghormati, saling menyayangi. Entah sejak kapan, Indonesia digoyang oleh isu intoleransi yang mungkin dilempar oleh segelintir orang yang tidak ingin Indonesia aman, damai dan sentosa.

Setiap natal, teman saya tidak pernah sibuk meminta saya mengucapkan untuknya. Begitu pun saya tidak pernah meminta dia untuk menyelamati saya waktu Idul Fitri tiba. Bagi seorang muslim, toleransi adalah lakum diinukum wa liya diin.
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (2) Dan kamu bukan penyembah Rabb yang aku sembah. (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)” (QS. Al Kafirun: 1-6)
Saya membayangkan betapa gigih dan kerasnya perjuangan serta pengorbanan pemuda-pemuda di zaman nabi yang bahkan sudah menjadi pemimpin di usia yang masih sangat belia. Rata-rata kisaran di bawah 30, bahkan ada 5 orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sementara yang di atas 30 hanya Abu Bakar, Umar dan Abdurahman Bin Auf. Sisanya tentu di bawah itu. Masyaalloh. Sungguh pemuda merupakan tonggak dari bangkitnya sebuah peradaban.

Sementara kita, dimana kita di saat kita di usia tersebut? sungguh, saya tidak bisa merasa pesimis, karena kini semakin banyak dan mudah kita temukan anak-anak muda yang mulai membangun bisnisnya sendiri (menciptakan lapangan pekerjaan) bukan hanya sekadar mencari profit, tapi juga menjadikan bisnisnya sebagai ladang untuk berdakwah.

Sekecil apapun kontribusi kita dalam dakwah, teruslah berjalan di jalan yang lurus wahai pemuda akhir zaman. Jalan ini memang terjal, berliku, tidak mudah, namun yakinlah bahwa janji Alloh itu pasti dan benar. Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Wallahu a'lam bissawwab

Komentar

Postingan Populer