Bincang Eksistensi PMI di Mata Blogger

Selain menjadi paskibraka, saya baru ingat, kalau dulu waktu jaman sekolah juga pernah ingin sekali bergabung menjadi anggota PMR. Keberanian saya melihat darah, minum obat tanpa bantuan pisang atau gula membuat ibu menganggap saya cocok menjadi dokter, atau paling tidak seorang suster. Which is dua-duanya tidak kesampaian karena saya lebih suka menggeluti bulu tangkis dibanding yang lainnya.

Dan beberapa hari yang lalu, saat dihubungi mas Loka, saya baru tahu kalau PMI ternyata sudah menginjak usia 70 tahun. Sudah tua dan banyak pengalaman ya, kalau manusia? informasi awal mengenai acara ini (Pameran 70 tahun PMI) saya dapatkan melalui admin BRID, sampai akhirnya mas Loka meminta saya untuk datang, karena acara hari ini (15/9) temanya membincangkan seputar eksistensi PMI di mata blogger.

Saya sempat kesulitan mencari lokasi acara (gedung Museum Nasional/Museum Gajah) karena motor ternyata sudah tidak bisa melalui sepanjang jalan museum (sampai pukul 23.00) sehingga saya harus berjalan lebih jauh, memutar melalui Tenabang. Alhamdulillah, setelah bertanya sana sini, akhirnya saya menemukan gedung itu juga walau tidak menyaksikan keseluruhan diskusi karena baru sampai sekitar jam 2.

Begitu masuk ke dalam gedung, mata saya langsung menangkap stand pameran (foto dan benda sejarah PMI) yang berhadapan dengan panggung, membuat saya serasa dilempar kembali ke masa-masa dimana PMI dulu pertama kali didirikan dengan nama Het Nedeland-Indiche Rode Kruis (NIRK) yang kemudian berubah menjadi Nederlans Rode Kruiz Afdeling Indie (NERKAI) yang dibubarkan pada 16 Januari 1950. Yang paling menarik sih ontelnya, minta dibawa pulang banget.









Ketika semangat untuk mendirikan Palang Merah Indonesia yang dipelopori oleh dr. RCL. Senduk dan Bahder Djohan, proposal pendirian yang diajukan pada kongres NERKAI (1940), ditolak. Proposal kembali ditolak saat diajukan kembali pada masa penjajahan jepang. Barulah pada 3 september 1945, Presiden Soekarno melalui Menteri Kesehatan dr. Buntaran Martoatmodjo, membentuk badan Palang Merah Nasional yang juga dimaksudkan untuk menunjukkan pada dunia internasional keberadaan negara Indonesia sebagai negara yang merdeka (17 agustus 1945).

Begitu panjang perjalanan PMI untuk bisa sampai pada posisi seperti sekarang ini. Tentu, bukan perjalanan yang mudah, karena PMI baru diakui keberadaannya secara Internasional oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada 15 juni 1950, dan baru mendapat pengakuan dari pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Keppres No.25 tanggal 16 Januari 1950 (dikuatkan dengan Keppres No.246 tanggal 29 November 1963).

Saat ini, PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 371 Kabupaten/Kota dan 2.654 Kecamatan (data per-Maret 2010). PMI mempunyai hampir 1,5 juta sukarelawan yang siap melakukan berbagai macam pelayanan (manejemen bencana, kesehatan, donor darah) yang dibutuhkan. Ternyata, PMI tidak hanya melulu berurusan dengan donor darah, ya, tapi juga pelayanan lain yang masih beririsan dengan dunia kesehatan. 


Bincang Santai Blogger PMI
Acara bincang seputar eksistensi PMI di mata blogger berjalan dengan hangat saat saya kembali mendekati panggung. Dimoderatori oleh Satria Loka, diskusi berjalan santai, menghadirkan narasumber Ndoro Kakung, Melani (ICRC), serta kang Arul yang sudah ngeblog sejak 90-an.

Para narsum seakan satu suara kala mengemukakan persoalan seputar bagaimana beretika dalam menggunakan sosial media, antara lain dengan tidak mudah menyebarkan berita (mem-filter berita/informasi) begitu saja sebelum mengecek kembali keabsahan atau kebenaran berita tersebut untuk menghindari yang namanya hoax.

Menurut kang Arul, berita hoax itu dibuat untuk menaikkan popularitas sebuah akun, which is kalau dipikir-pikir lagi benar juga ya, karena saya sendiri kadang masih suka terpancing saat membaca sebuah berita yang headlinenya sengaja dibuat bombastis untuk memancing rasa ingin tahu pembaca. Tak jarang malah suka bikin darah mendidih dan mata membelalak, padahal baru membaca judulnya saja. Hahaha.

Tips lain yang diberikan kang Arul seputar menulis di sosial media, yaitu mengenai penggunaan capslock yang kalau tidak hati-hati bisa menimbulkan kesalahpahaman, serta sebisa mungkin menghindari pemasarangan/upload foto full body agar tidak terjadi penyalahgunaan. Seperti yang sudah mahfum kita ketahui, saat ini semakin marak kasus seputar comot-mencomot foto yang dilakukan tentu tanpa seizin sang pemilik foto (misalnya seperti yang terjadi pada mbak alodita) untuk kemudian dipasang pada akun fiktif (fake account), entah untuk tujuan apa. Ada baiknya, kita memperhatikan hal-hal yang kelihatan remeh ini namun bisa menimbulkan dampak yang seringkali berujung negatif.

Mbak Melina selaku perwakilan ICRC dan Ndoro Kakung pun menuturkan tips agar website PMI bisa terus ramai dikunjungi, antara lain dengan rutin memposting berita secara reguler, melampirkan foto-foto kegiatan, atau men-share tips mengenai darah dan lain-lain yang bukan hanya aktual namun juga dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Kang Arul menutup bincang siang itu dengan memberikan masukan pada PMI untuk turut melibatkan PMR yang berada di seluruh daerah. Saya setuju, karena tidak ada cara lain untuk membuat masyarakat aware akan tugas dan kegiatan  PMI selain dengan terus aktif memberikan sosialisasi atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan, salah satunya melalui sosial media yang saat ini semakin berkembang dan semakin mudah diakses berbagai pihak.

Bagi yang ingin berkunjung dan melihat bagaimana perjalanan PMI hingga usia 70 tahun, acara pameran masih berlangsung hingga esok hari (17/9). Info selengkapnya bisa langsung diakses di website PMI, ya:
http://www.pmi.or.id/index.php/berita-dan-media/siaran-pers/item/647-hut-70-tahun-pmi.html
      
  

Komentar

  1. Sudah tua umurnya danmenurut saya perannya tetap dibutuhkan. Jadiingat saat ada teman butuh darah maka nyarinya ke PMI

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, mbak ety. Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer