ketika cinta harus memilih


Alhamdulillah, sudah weekend lagi aja. Nggak berasa banget, ya. Kalau saya sih sejak dulu nggak pernah ada bedanya antara weekend atau weekdays. Haha. Lempeng gitu aja. Yang bedain tiap harinya, terlebih sekarang-sekarang ini paling kegiatan outdoor-nya. Kalau kegiatan domestik sih, pasti sudah rutinitas lah ya. Semua pasti punya rutinitasnya sendiri-sendiri tiap hari.

Nah, Jum'at ini, alhamdulillah jadwal padat banget. Yang bikin shock sekarang adalah, saya baru sadar setelah sukses daftar ke acara bincang santai Femina yang akan diadain malam ini di JCC kalau ternyata, satu jam setelahnya, saya harus ke Kempinski untuk berpartisipasi dalam program promo makanan nusantara di Signatures.

Duh, beneran deh, ini saya ngerasa bodoh banget karena harus memilih satu diantaranya. Sebenarnya sih, yang di Signatures bisa di skip aja, karena saya sejak lama pengin bertatap muka dengan salah satu pemateri di acara Femina itu. Iya. Satu diantaranya ada mbak Nurhayati Pujiastuti, pemenang II Sayembara Femina. Lupa tahun berapa.

Mbak Nur ini, piawai banget dalam membuat cerita. Mulai dari cerita anak yang memang keahliannya, sampai cerita remaja, dewasa, sampai non fiksi, jari-jari beliau yang lentik sudah menghasilkan banyak karya kece yang tersebar di banyak media nasional.

Beberapa waktu yang lalu, setelah kelas yang saya ikuti yang diampu mbak Nur selesai, saya merasa tidak banyak yang bisa saya lakukan. Saya ikut kelas cernak, sesuatu yang selama ini jarang saya sentuh. Malah hampir nggak pernah. Dulu sih, pernah sekali kirim ke sebuah media, dan berujung kekecewaan karena tak kunjung mendapat kabar. Haha. Saya gampang banget nyerah, ya?

Well, kalau untuk cernak, jujur saya memang kurang dapat gregetnya waktu nulis. Jadi, tiap kali mau nulis itu saya selalu balik nanya lagi ke diri sendiri, emang beneran yakin lo bisa nulis cerita anak? kalau penulisnya sendiri aja udah ngeraguin kemampuannya, gimana nanti calon pembacanya, kan?

Yah. Mau nggak mau, saya kembali menetapkan pikiran untuk berada di jalur yang selama ini saya suka. Menulis cerpen remaja dan dewasa. Memang, saya masih sangat jauh dari kata berhasil, tapi minimal, saya tahu bahwa saya menyukai apa yang saya kerjakan.

Ada yang pernah bilang, mengerjakan apa yang kita senangi tidak akan memberatkan kepala, hati, jiwa, juga pikiran. Kalau ngerasain stuck atau bosan, ya pasti pernahlah karena manusia kan memang diciptakan dengan beragam perasaan. Yang jadi masalahnya kan, comebacknya. Seringkali saya ngerasa susah banget waktu sudah cukup lama berjauhan dari laptop, buku, atau kertas untuk balik nulis, dan baca.

Sekarang aja, jujur, saya sudah jarang banget baca buku. Lebih sering pegang gadget buat melototin status orang di FB, haha, atau gegalauan nggak jelas nunggu job dari komunitas. Berasa jadi nggak jelas banget hidup dari hari ke hari. Tapi, saya sadar, dengan berusaha untuk tetap sibuk dalam kebaikan, minimal kita berusaha untuk menghargai kesempatan yang diberikan.

Nggak semua orang diberikan kesempatan untuk menulis walau punya segudang ide di kepala. Bedanya penulis dengan yang bukan kan ya itu tadi, menuangkan apa yang ada di kepala, dilihat mata, didengar telinga ke dalam tulisan.

Kalau ada yang bilang penulis itu adalah seseorang yang sudah mencetak buku bestseller, dan lain sebagainya, saya masih jauh dari itu. Sangat jauh.

Duh. Pepagian sudah curhat. Ya nggak papalah, toh curhatnya di blog sendiri juga :D
 


   

Komentar

Postingan Populer