Roadshow Woman Talk Jakarta: Saatnya Perempuan Bicara

Terakhir kali berbincang mengenai poligami, secara serius (tentu saja versi kami para perempuan muda) bersama seorang teman lama, berakhir pada kesimpulan masing-masing keukeuh dengan apa yang kami yakini selama ini. Haha. Sudah bisa ditebak sebetulnya, endingnya akan seperti apa. Namun, yang namanya perempuan kan, biar bagaimana pun tetap membutuhkan yang namanya teman, ya apalagi kalau bukan untuk berbagi. 

Teman yang dimana saat kita ingin menumpahkan segala keluh kesah,hasrat, kegembiraan, maupun kesedihan selalu siapa untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Bukan hanya sekadar meminjamkan kuping. Kalau memungkinkan nih (kalau ya) tak jarang, saya dan teman kadang suka memberi nasihat ala-ala kami tanpa diminta. Hehe. Kalau yang ini baiknya sih lihat-lihat karakter teman kita dulu, ya.

Karena dekat, biasanya saya dan teman saya itu sudah saling memahami harus merespon apa terhadap setiap ucapan yang kami lemparkan. Sayang, pada kesempatan Woman Talk yang dipandu Indadari (istri Caesar YKS), Senin (20/9) di gedung BPPT Thamrin, saya tidak mengajaknya. Mungkin, ketika acara usai, kami bisa berada pada posisi saling memahami keyakinan yang kami pegang teguh selama ini.

"Emang lo mau di poligami?" tanya teman saya itu tanpa tedeng aling-aling ketika saya menanyakan pendapatnya tentang tema sensitif ini saat kami bertemu.

Saya menggeleng padanya sambil melempar senyum, "Nggak tahu," jawab saya. Dan kemarin, jujur, saya terpukau pada pemateri Woman Talk karena keduanya tahu betul apa yang mereka bicarakan (praktisi kalau kata Teh Irma dan Teh Aisha). Misalnya saja teh Aisha Maharani (ada yang tidak kenal beliau?), yang lugas bicara mengenai poligami (dari sisi fiqih dan hukum negara), ternyata pernah berada pada posisi yang kerap menjadi perbincangan banyak pihak ini. 

Teh Aisha Maharani sempat di MUI 13 tahun
"Poligami itu dibolehkan dalam Islam, tapi nggak mudah." Perkataan teh Aisha ini terus terngiang di telinga, bahkan hingga setiba saya di rumah. "Ada syarat (menurut ijma para ulama) yang harus dipenuhi ketika seseorang memutuskan untuk berpoligami," kata teh Aisha sambil membuka slide."Salah satunya mampu berbuat adil pada istri-istrinya."

Pada tataran ini saja, saya kesulitan membayangkan  ada lelaki yang mampu berlaku adil pada istri-istrinya kelak, karena saya, dalam keluarga sendiri saja pernah merasakan ketidakadilan orangtua dalam bersikap karena kadang terlalu sayang pada kakak atau adik (nasib anak tengah). Saya jadi lebih paham mengapa teman saya itu tidak ingin dipoligami. Ia, bahkan dengan tegas akan memilih bercerai jika sang suami kelak mengambil keputusan untuk beristri lagi.

Di Indonesia sendiri, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi bila seseorang ingin berpoligami seperti yang tertuang dalam UU No.1 tahun 1974, diantaranya mendapat izin dari istri. Jangan sampai, perempuan mau diiming-imingi syurga dunia dengan dinikahi hanya secara siri karena sudah pasti pihak perempuan yang akan dirugikan.

Poligami itu memang rentan membuat pihak lain terzalimi, ya terlebih jika sang pelaku tidak bisa berlaku adil (lahir dan bathin). Disinilah, tak jarang terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga yang seringnya menimpa perempuan sebagai pihak yang sering dipandang lemah.

Ada baiknya, bagi kita yang belum menikah, atau yang sudah terlanjur menikah untuk terus belajar, mencari tahu (bukan sekadar paham tapi juga diaplikasikan dalam kehidupan) tentang apa saja hak-hak dan kewajiban pasangan yang harus kita penuhi, karena, urusannya bukan hanya sekadar bertanggungjawab pada manusia (pasangan) di dunia tapi juga pada sang Maha Pencipta di akhirat nanti. Be wise. Think twice.
  
KDRT dan Perselingkuhan

Nah, untuk kasus yang ini (KDRT), giliran teh Irma Rahayu yang membagi pengalamannya pada audience yang ternyata tidak hanya dihadiri oleh kaum hawa, tapi juga kaum adam (bukan Abu Adam ya), walaupun bisa dihitung pakai jari (salut). Teh Irma yang dikenal sebagai founder Emotional Healing Indonesia (EHI) (sejak Oktober 2008) ini, langsung memulai talkshow dengan membeberkan alasan mengapa tema panas ini yang diangkat pada roadshow Woman Talk yang digelar di 3 kota (Bandung, Jakarta, Surabaya). 

Teh Irma Rahayu yang dipanggil mamak sama anak coachingnya

"Dari email yang gue terima, paling banyak yang masuk seputar 3 hal ini (KDRT, selingkuh, poligami). "Dan kami, para audience seketika mengangguk (saya sih khususnya), mengerti alasan mengapa kami semua berkumpul di sini. Tentu, selain untuk menambah ilmu, kami juga perlu mendengar/merasakan (berempati) terhadap pengalaman perempuan lain yang bisa jadi memiliki pengalaman yang jauh lebih dashyat dari yang kami semua miliki.

Saya cukup terkejut waktu teh Irma mengungkapkan bahwa kasus KDRT dan perselingkuhan terjadi 50% andilnya itu datang dari pasangan si pelaku KDRT atau perselingkuhan. Disadari atau tidak, kadang kita secara emosional suka mengambil keputusan yang sama dengan apa yang dilakukan pasangan kita. Misalnya saja kalau keseringan pulang malam nih ya, karena terlalu asyik main sama teman, besoknya atau kapannya kita pasti bilang deh, ah, gue juga mau sesekali pulang malam. Gila kali, gue kan juga butuh me time, reunian sama teman-teman yang udah jarang ketemu. Itu contoh simple saja yang dekat dengan keseharian. Gimana kalau halnya kejadian sama kasus-kasus yang lebih berat, ya, misalnya kayak perselingkuhan yang akan kita bahas sedikit juga nanti.
  
"Coba deh, dilihat lagi, introspeksi, kenapa suami atau si kecoa (sebutan teh Irma untuk mantan suami) dulu melakukan ini dan itu. Kita punya andil di dalamnya."

Kembali ke KDRT ini, teh Irma melanjutkan, kalau kekerasan itu menimbulkan dampak yang tidak main-main lho selain pada kita para  perempuan (secara psikologis dan spiritual) juga akan menimbulkan dampak pada anak yang kelak akan mewarisi emosi negatif (lebih banyak porsinya dibanding yang positif) dari kejadian KDRT yang dilihat atau didengar anak-anak (seram, nggak sih?).

Lalu, apa yang bisa kita lakukan ketika KDRT terjadi? teh Irma pun dengan lugas mengatakan untuk segera melaporkan yang bersangkutan kepada wali atau keluarga terdekat. Apalagi jika sudah mengancam nyawa, perempuan harus berani mengambil langkah untuk keluar dari rumah bersama anak-anak dan melaporkan sang pelaku tindak kekerasan kepada pihak yang berwajib. Jangan lupa, pada saat melakukan pelaporan untuk menyertakan semua bukti yang ada (chat/foto/dll) sebagai penguat atas kekerasan yang terjadi.

Yang paling penting, lanjut teh Irma dengan gaya khasnya yang santai dan asyik (secara mamak gahol gemanah getoh), banyak cara bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini, diantaranya melalui healing (dengan cara apa pun), berusaha untuk memisahkan antara ilusi dan cinta (yuk maree), memahami antara mencintai dan takut sendiri (ini nih), mengenal akar permasalahan (bisa jadi kita yang menyebalkan),serta berani menghadapi perasaan insecure yang sering bikin kita gegalauan tidak jelas (ngaku deh).

Setelah dipikir-pikir lagi, hal-hal yang diungkapkan teh Irma memang terdengar mudah di telinga namun tidak mudah untuk dilakukan. Bahkan, saat kita semua diminta untuk mencoba self healing (dibimbing teh Irma pastinya), ada beberapa peserta yang meluapkan emosinya dengan menangis tersedu-sedu. Duh, saya merinding beneran, karena di samping saya, ada peserta yang menangis sampai tersengguk-sengguk, bahunya turun naik dengan irama yang membuat saya ikutan sedih tanpa sadar. 

Mulai dari Bapak-bapak sampai jomblo nggak ketinggalan ikutan nimba ilmu
Sungguh, saat itu saya sangat ingin bisa melakukan apa yang mbak di sebelah saya itu lakukan, namun, apa daya, saya seperti apa yang dibilang teh Irma, persis seperti mayat hidup alias zombi karena reaksi saya cuma numb (tidak merasakan apa-apa/tidak bereaksi) meski sudah membayangkan orang yang meninggalkan luka yang begitu dalam di kehidupan saya.  

Analisa saya sendiri sih, mungkin saat itu saya kurang fokus atau kurang jujur pada diri saya sendiri dengan berusaha mengatakan bahwa saya baik-baik saja. Padahal, untuk memulai tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan pertama kali adalah jujur pada diri sendiri (disamping kemauan untuk sembuh).

Terus, gimana dengan persoalan seputar perselingkuhan? Sama halnya dengan KDRT, perselingkuhan ini bisa juga terjadi karena andil dari pasangan si pelaku perselingkuhan. Pasti sudah bisa dipahami ya alasan mengapa teh Irma mengungkapkan ini, karena teh Irma sendiri sudah pernah mengalami masalah yang serupa (malah lebih berat). Begitu pun dengan teh Aisha, yang lengkap banget pengalamannya (panjang kalau mau dijembrengin satu per satu). 

Bisa dibilang, kejahatan paling besar dalam sebuah hubungan itu adalah perselingkuhan. Dan perselingkuhan itu, kata teh Irma bisa terjadi karena beberapa alasan berikut:

  1. Komunikasi yang tidak baik
  2. Tidak adanya trust pada pasangan
  3. Memang si pelaku tukang selingkuh dari jaman purba
Dari ketiga alasan diatas, ada satu saja yang kena checklist?
Berikut, teh Irma memberikan tips seputar self healing yang bisa dilakukan oleh korban perselingkuhan:

  1. Lakukan katarsis
  2. Urus anak semampu yang kita bisa
  3. Perbanyak kegiatan keluar rumah
  4. Mulai memperbaiki/membenahi diri
Untuk kasus-kasus yang dirasa sudah agak berat dan tidak bisa diselesaikan sendiri, mungkin bisa langsung ikut kelas healing teh Irma (ada di 3 Oktober paling dekat). Atau silakan langsung mengunjungi website teh Irma Rahayu di : http://irmarahayu.com/ untuk mendapatkan info lebih lanjut seputar program healing dan coachingnya, ya (I think I needed one).

Saya sungguh beruntung bisa mendapat kesempatan menimba ilmu langsung dari para pakar yang telah survive melalui ketiga masalah yang tidak sepele ini. Sebuah pengalaman yang semoga juga dapat dirasakan oleh siapa pun yang ada di luar sana yang sedang struggling menghadapi masalah yang serupa (or even worst-you’ll be fine insyaAlloh). Kita tidak sendiri. Ada Alloh. Teruslah meminta pada Alloh untuk bisa tetap tenang menghadapi badai yang menghadang rumah tangga kita, yang semoga bisa terus sampai ke Jannah. Kuncinya, jangan pernah berhenti menuntut ilmu agama.  

Wallahua’alam bis shawwab.  














Komentar

  1. Mantep neh ulasannya mba Dew. Teh irma dan Aisha memang praktisi yg keren neh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih, mbak lis. Iya, praktisi yang mumpuni di bidangnya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer